Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Penyerang senior Persija Jakarta, Bambang Pamungkas alias Bepe menulis panjang lebar soal kematian anggota The Jak Mania dari Koordinator Wilayah (Korwil) Cengkarang, Haringga Sirila.
Tulisan itu dituangkan Bambang Pamungkas pada laman blog pribadinya yang memang dikhususkan untuk menulis unek-uneknya selama ini soal sepak bola Indonesia atau pun perjalanan kariernya.
Sebagaiman diketahui, Haringga Sirila meregang nyawa setelah diserang secara brutal oleh oknum suporter Persib Bandung, bobotoh, di luar Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9/2018).
(Baca juga: Timnas U-16 Indonesia Puncaki Grup C dan Butuh Satu Poin Lagi untuk Lolos ke Perempat Final Sebagai Juara Pool)
Bepe pun menyesalkan insiden seperti ini masih saja terulang, dia pun kecewa masih saja ada fan yang dibutakan fanatisme dan kedua kubu suporter juga tak mengindahkan akal sehat.
Pemain berusia 38 tahun itu merasa momen ini adalah saat yang tepat untuk saling introspeksi agar peristiwa serupa tak terjadi lagi pada masa depan.
Satu hal yang menjadi sorotan Bepe adalah hukuman tegas harus ditegakkan, dia pun punya saran yang dinilainya bakal efektif.
(Baca juga: BREAKING NEWS - BOPI Himbau Kompetisi Sepak Bola Indonesia Dihentikan)
Usulan itu adalah sanksi pengurangan poin buat sebuah klub jika kelompok suporternya melakukan tindak kekerasan.
Menurut Bambang, sanksi pengurangan poin yang selama ini kerap dijatuhi Komdis PSSI kepada klub sudah tak efektif dan tak memiliki efek jera buat suporter.
(Baca juga: Sepak Bola Singapura Bisa Memiliki Masa Depan Cerah, Ini Bukti Terbarunya)
"Di Indonesia, hukuman denda kepada klub untuk ulah yang dilakukan oleh suporter sudah tidak lagi efektif," tulis Bepe.
"Mengapa? Karena, hal tersebut tidak berdampak langsung kepada suporter. Suporter merasa membayar untuk menyaksikan pertandingan," tulisnya lagi.
(Baca juga: Yanto Basna Bakal Jalani Laga Hidup Mati untuk Promosi ke Liga Thailand 2019 pada Akhir Pekan Depan)
"Sehingga yang ada dalam benak mereka adalah, 'Ya tinggal bayar saja pakai uang tiket. Toh kita nonton bayar kok'. Hukuman model ini hanya memberatkan klub, tetapi tidak memberikan efek jera kepada sumber permasalahannya," tambahnya.
Menurut pemain yang identik dengan nomor punggung 20 itu, PSSI sudah harus meninggalkan tradisi bermain aman dengan hanya memberikan sanksi denda.
(Baca juga: Ryuji Utomo Cetak Sejarah untuk Indonesia di Liga Thailand, saat Klubnya Nyaris Kalah)
Ditambahkannya, suporter akan mulai menjaga sikap demi menghindari klub kesayangannya agar tak mendapat pengurangan poin.
"Untuk suatu masalah yang ekstrem diperlukan tindakan yang juga ekstrem. Ketakutan atau kekecewaan terbesar suporter adalah ketika melihat tim kebanggaannya kalah (tidak mendapatkan poin). Menurut saya federasi dalam hal ini PSSI harus mulai bermain di zona tersebut," sarannya.
(Baca juga: Andres Iniesta Absen dan Lukas Podolski Jadi Kapten, sayang Vissel Kobe Kalah Telak)
"Dengan apa? Dengan pengurangan poin. Tinggal dilihat saja pada tingkatan mana pelanggaran yang dilakukan oleh suporter. Semakin berat masalah yang dibuat oleh suporter sebuah tim, maka semakin banyak poin yang akan dikurangi."
Jika dengan penerapan itu masih saja terdapat kekerasan pada sepak bola Indonesia, menghentikan kegiatan sepak bola Indonesia adalah jalan terakhir yang mau tak mau harus ditempuh.
(Baca juga: PSPS Riau Kena Dua Sanksi, Satu Hukuman untuk Gelandangnya yang Memukul Kiper Lawan)
"Jika hal tersebut sudah diberlakukan dan ternyata kekerasan dalam dunia sepak bola Indonesia masih saja terjadi. Maka satu-satunya jalan keluar terbaik adalah menghilangkan sepak bola dari Republik ini."
"Karena ternyata, kita memang belum cukup pantas untuk memainkan olah raga sakral ini, selesai masalah," tegasnya.
(Baca juga: Timnas U-16 Indonesia Berpeluang Lawan Satu dari Dua Raksasa Asia pada Perempat Final)