Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, memberikan tanggapan soal sanksi komite disiplin PSSI kepada PS Mojokerto Putra (PSMP) dan pemainnya, Krisna Adi Darma.
Komite disiplin (Komdis) PSSI resmi menjatuhkan sanksi untuk PS Mojokerto Putra (PSMP) pada Sabtu (22/12/2018).
Berdasarkan hasil penyelidikan komdis, PSMP terbukti melakukan praktik match-fixing dalam kompetisi Liga 2 2018.
PSMP pun dijatuhi sanksi dilarang berlaga di kompetisi sepak bola Indonesia selama satu musim.
Hukuman yang lebih berat diterima pemain PSMP, Krisna Adi Darma, yang dilarang bermain sepak bola seumur hidup.
Baca Juga:
Penyebabnya, Krisna Adi Darma mangkir dari panggilan komdis yang menginvestigasi eksekusi penalti sang pemain saat berhadapan dengan Aceh United dalam partai terakhir babak 8 besar Liga 2 2018.
Kala itu, tendangan Krisna Adi Darma menjadi buah bibir di media sosial lantaran melenceng sangat jauh dari gawang Aceh United.
Tendangan penalti itu juga memunculkan dugaan pengaturan skor yang membuat Kalteng Putra dan Semen Padang lolos ke semifinal Liga 2.
Sanksi yang diberikan oleh komdis kepada PSMP dan Krisna Adi Darma mendapat komentar dari Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali.
Akmal Marhali mengunggah video tendangan penalti Krisna Adi pada laga kontra Aceh United dan membubuhkan caption yang mepertanyakan keputusan komdis.
"Ada yang menarik dari hasil sidang Komite Disiplin PSSI terkait kasus pertandingan Aceh United vs PSMP. Komdis menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Krisna Adi dan larangan berkompetisi bagi PSMP di Liga 2 musim 2019," tulis Akmal Marhali dalam unggahannya di Instagram.
"Putusan yang penuh tanda tanya di saat komdis melalui ketuanya, Asep Edwin, menyatakan sudah memegang data terjadinya match-fixing di empat pertandingan PSMP. Rinciannya, pada dua laga kontra Kalteng Putra pada 3 dan 9 November 2019, laga melawan Gresik United pada 29 September, dan versus Aceh United pada 29 September," tulisnya menambahkan.
Dituturkan Akmal lagi, PSMP dan Krisna Adi menjadi pihak yang ditumbalkan oleh otak di balik praktik match-fixing tersebut.
(Baca Juga: Liga 1 2018 - Pengeluaran Persib Membengkak, Lebih Boros daripada Persija)
Akmal juga menyamakan sanksi yang diterima PSMP dan Krisna Adi ini dengan kasus sepak bola gajah pada 2014 yang melibatkan PSS Sleman dan PSIS Semarang.
Krisna Adi, menurut Akmal, adalah wayang yang dikendalikan oleh dalang-dalang yang harus diberantas oleh PSSI.
"Jangan sebatas mengorbankan Krisna Adi. Ini sama dengan kasus sepakbola gajah pada 2014 yang melibatkan PSS dan PSIS. Pemain dan sejumlah ofisial yang dikorbankan. Tak menelisik lebih dalam untuk mengejar aktor intelektualnya," ujar Akmal.
"Jangan biarkan Krisna Adi dikorban. Sejatinya, Krisna Adi hanya wayang, pasti ada dalang yang memainkan. Ini yang harus dikejar dan diberikan hukuman oleh Komdis dalam lingkup football family," tulisnya.
Karena itu, Akmal menilai hukuman yang dijatuhkan kepada PSMP dan Krisna Adi kurang tepat sasaran.
"Krisna Adi hanya seorang pemain yang mengambil beban tanggung jawab mengeksekusi penalti yang 'digagalkan'. Masih ada pelatih, manajer, dan lainnya. Ada juga tim lawan. Hukuman terhadap Krisna Adi terlalu prematur," ujarnya menambahkan.
(Baca Juga: Persebaya Dicatut Isu Pengaturan Skor, Pentolan Bonek: Sikat Saja!)
"Hukuman terhadap PSMP juga lelucon. Entah apa legal standing yang dipakai. Dihukum 'cuti' setahun. Lalu setelah itu mereka akan main di mana? Tetap di Liga 2? Hukuman yang sulit diterima nalar sehat," tulis dia.
Alih-alih memberikan hukuman "aneh" tersebut, menurut Akmal informasi dari Krisna Adi dan PSMP bisa digunakan untuk menyingkap dalang match-fixing yang kini tengah menjadi musuh bersama.
View this post on InstagramKalian ada di pihak yang mana? . #josemourinho #mourinho #realmadrid
A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on