Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Baru-baru ini, masyarakat indonesia tengah dihebohkan dengan insiden terbaliknya bendera Indonesia dalam buku panduan SEA Games 2017 di Malaysia.
Banyak pula masyarakat Indonesia yang menuduh Malaysia dengan sengaja melakukan kesalahan itu untuk menjatuhkan mental atlet Indonesia.
Sama-sama negeri mayoritas berpenduduk muslim, bahasanya masih serumpun, bahkan beberapa pulau dimiliki oleh kedua negara, namun hubungan antara Malaysia dan Indonesia sering kali tak akur.
Sejarah panjang konflik Malaysia dan Indonesia ternyata telah berawal sejak pendirian negara Malaysia pada tahun 1957.
Berikut sejarah panjang gesekan-gesekan antara Indonesia dan Malaysia:
1. Slogan Ganyang Malaysia
Masalah bermula, ketika pada tahun 1963, Malaya yang merdeka pada 1957 menjadi Federasi Malaysia.
Federasi Malaysia merupakan gabungan bekas jajahan Inggris yang terdiri dari: Singapura, Brunei, Sabah dan Sarawak yang berada di Kalimantan Utara.
Sukarno memandang federasi Malaya adalah proyek imperialisme Inggris di wilayah Asia Tenggara yang mengancam kedaulatan Indonesia.
Soekarno kemudian melancarkan politik konfrontasi Dwi Komando Rakyat alias Dwikora, yang komando keduanya adalah, 'bantu perlawanan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, Sabah, dan Brunei,' untuk membubarkan negara Malaysia.
Soekarno mempopulerkan slogan konfrontasi saat itu: Ganyang Malaysia.
2. Hukum gantung TKI di Malaysia
Termasuk terhadap sejumlah warga Indonesia yang dinyatakan sebagai pengedar, yang sebagian di antarnya disebut-sebut hanya dijebak.
Namun warga Indonesia yang digantung di Malaysia bukan hanya karena kasus narkoba.
Melainkan juga untuk perkara kejahatan lain, seperti perampokan, pembunuhan, serta sengketa buruh atau PRT dengan majikan yang berujung pembunuhan.
3. Perlakuan kejam TKI di Malysia
Pada awal 2000an media Indonesia marak menyuarakan tentang perlakuan kejam yang dialami TKI di Malaysia.
Mayoritas pekerja asing di Malaysia memang berasal dari Indonesia.
Sekitar satu juta orang Indonesia tercatat sebagai pekerja resmi, namun ratusan ribu lagi merupakan imigran gelap.
Karena status hukumnya yang lemah, banyak imigran gelap dari Indonesia ini diperlakukan dengan buruk oleh majikan di Malaysia.
4. Istilah Indon
Beberapa kalangan Malaysia menyebut orang-orang Indonesia di sana, sebagai Indon.
Istilah praktis yang dirasa menghina oleh banyak kalangan Indonesia.
Sebagaimana nada merendahkan di Inggris, jika menyebut keturunan Pakistan sebagai Paki.
Istilah Indon menurut banyak orang Malaysia, sekadar menyingkat saja, tanpa nada menghina.
Indonesia memunculkan istilah balasan untuk balik merendahkan. Yaitu Malon singkatan dari Malaysia bloon dan Malingsia.
5. Perebutan Sipadan Ligitan dan Sengketa Blok Ambalat
Ini mungkin bibit sengketa paling serius sejak normalisasi hubungan kedua negara.
Indonesia dan Malaysia saling klaim kepulauan Sipadan-Ligitan.
Setelah bertahun-tahun saling gertak dan bersitegang akhirnya kedua pihak sepakat menyerahkan penyelesaiannya kepada Mahkamah Internasiona
Indonesia kalah. Mahkamah Internasional menetapkan kawasan Sipadan Ligitan merupakan bagian dari kedaulatan wilayah Malaysia, pada 17 Desember 2002.
Kasus ini membuat Indonesia jadi lebih sensitif setiap kali ada saling klaim wilayah. Misalnya saat ada ketegangan sekitar Blok Ambalat pada 2005.
6. Klaim Budaya
Histeria anti-Malaysia muncul lagi pada 2007 setelah kasus yang kerap disebut oleh banyak orang sebagai 'pencurian budaya'.
Satt itu lagu Rasa Sayange digunakan dalam sebuah iklan pariwisata Malaysia.
Disusul kemudian kemunculan reog ponorogo, tari lilin, dan tari pendet dalam iklan wisata Malaysia yang lain.
Padahal tidak semua iklan ini dibuat oleh perusahaan Malaysia.
Sebelumnya muncul juga tuduhan bahwa Malaysia hendak mengklaim batik sebagai milik Malaysia, karena ada sebuah perusahaan Malaysia yang mempatenkan sebuah motif batik ciptaan mereka.
Histeria lain muncul tatkala ada kalangan Mandailing Malaysia yang menyerukan agar tari Tortor khas batak diakui sebagai warisan budaya dunia.