Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Buat orang Bandung, mungkin akan mengingat nama Didi Mainaki atau Pujo Hastowo alias McJo. Buat generasi yang lebih lama, pasti akan mengenal nama penyiar beken, Sambas.
(Baca Juga: Kisah Trent Alexander-Arnold - Dari Tukang Intip, Escort Tim, hingga Calon Penerus Gerrard)
Sebelum menjadi penyiar di TVRI, Sambas lebih dulu malang melintang di RRI. Dia merupakan penyiar yang jago mengolah kata dan mengocok emosi.
Ucapan-ucapan hiperbolis dari para penyiar RRI itu mungkin akan membawa imajinasi kita bahwa sedemikian serunya pertandingan. Padahal, bisa saja, bola masih berkutat di lapangan tengah.
Toh, hal tersebut tidak salah. Para pendengar pun menikmatinya. Bagaiamanapun, para suporter itu tetap merasa dekat dengan tim kesayangannya berkat para penyiar yang tak kenal henti mengoceh, dari menjelang kick-off hingga wawancara dengan tim seusai 90 menit pertandingan.
'Radio is a theatre of mind media. 'Indahnya' itu ada di imajinasi kita, di mana mungkin saja lebih seru di kepala kita daripada di lapangan," kata Ronal Surapradja, komedian dan penyiar di sebuah radio swasta Jakarta.
"Semua berkumpul mendengar radio dengan serius, padahal ini di luar karakter radio sebagai media selintas yang bisa dinikmati sambil melakukan pekerjaan lain," tuturnya lagi.
Seiring perkembangan zaman, pencinta sepak bola mulai bisa menikmati tayangan dengan lebih komplet. Tak hanya suara, pun visual dan teks melalui layar televisi.
Akan tetapi, segelintir orang dan termasuk saya, tak pernah mengesampingkan fungsi radio dalam menikmati siaran langsung.
Dalam beberapa kesempatan, kadang radio selalu dibawa ke stadion untuk bisa tetap menangkap keseruan para penyiar memberikan laporan sambil melihat langsung jalannya pertandingan.
(Baca Juga: Pahlawan Arsenal Vs Chelsea di Community Shield Ternyata Suka Bolos Sekolah demi ke Madrasah)