Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Tugas Ventura lebih sebagai peletak fondasi. Dia lebih fasih memoles pemain muda menjadi matang, pemain biasa saja menjadi bintang, atau tim medioker jadi kuda hitam.
Pada level tim, hal itu yang dia tunjukkan bersama Lecce, Bari, sampai Torino.
Secara individu, Ventura berjasa meroketkan Luciano Spalletti sebagai pemain di Entella pada 1980-an, sampai Leo Bonucci-Andrea Ranocchia dan Immobile-Alessio Cerci pada era kekinian.
(Baca Juga: 5 Alasan Timnas Italia Pilih Giampiero Ventura sebagai Pelatih)
Filosofi Ventura yang lebih condong sebagai pembangun fondasi tampak pada fakta ada 12 nama yang melakukan debut partai resmi bareng Gli Azzurri di bawah kendalinya pasca-Piala Eropa 2016.
Apes baginya, tak cukup mendirikan candi dalam semalam.
Waktu setahun tak memadai untuk meletakkan bata fondasi hingga menyelesaikan bangunan utuh timnas Italia menuju Rusia 2018, apalagi selaku calon kampiun.
Padahal, mengertilah bahwa ekspektasi publik Italia, sang juara Piala Dunia 4 kali, amat tinggi untuk berprestasi.
Karena itu, mungkin ada baiknya Italia memang batal ke Piala Dunia karena konstruksi yang dibangun Ventura belum sampai atap.
Pekerja pun butuh jeda guna merancang ulang desain bangunan kalau-kalau ada salah ukur atau salah takar komposisi.
Tugas konstruksi bertahap itulah yang bakal dikerjakan penerusnya, kalau dia jadi dipecat.
Italia bisa mencontoh Jerman, yang menjadikan kebobrokan di Piala Eropa 2000 sebagai titik balik kebangkitan demi merevitalisasi segala sistem, kebijakan timnas, hingga produksi pemain.
Dikenal sebagai bangsa telaten, Jerman baru kontan memetik hasil itu 14 tahun kemudian dengan trofi Piala Dunia 2014.
Akan tetapi, apakah Italia juga harus menunggu selama itu?
A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on