Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

China 20 Tahunan, Indonesia Cukup 3 Tahun

By Riemantono Harsojo - Jumat, 1 Desember 2017 | 12:19 WIB
Peserta Seminar Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Prestasi Atlet di Asian Games 2018 yang diadakan di Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Jakarta pada Senin, 27 November 2018. (FIO UNJ)

Pada Senin, 27 November 2017, Tabloid BOLA memenuhi undangan dari Fakultas Ilmu Olahraga (FIO) Universitas Negeri Jakarta untuk seminar tentang Asian Games 2018. Banyak hal menarik yang didapat dari acara tersebut.

Seminar tersebut bertajuk Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Peningkatan Prestasi Olahraga pada Asian Games 2018

Seminar ini wujud dari permintaan pemerintah supaya UNJ ikut mendukung tercapainya kesuksesan prestasi Indonesia di Asian Games 2018 melalui penerapan sport science.

Selain para dosen dan mahasiswa FIO UNJ, seminar yang diadakan di Kampus B UNJ Rawamangun tersebut juga diikuti para mahasiswa dari universitas di berbagai daerah, seperti Jambi, Purwokerto, dan Makassar.

Salah satu pembicara dalam seminar adalah Dr. Iwan Hermawan M.Pd. Dosen dan Kepala Laboraturium Biomekanika FIO UNJ ini membahas tentang peran teknologi untuk peningkatan prestasi olahraga.

Dosen yang juga pelatih fisik pelatnas bulutangkis di Cipayung itu antara lain memaparkan manfaat penggunaan teknologi untuk membenahi dan meningkatkan kinerja atlet dalam latihan dan pertandingan.

(Baca Juga: 9 Fakta Unik Alexandre Lacazette yang Tak Banyak Orang Tahu, Salah Satunya Pernah Jadi Sales!)

Selain mendemonstrasikan berbagai perangkat lunak, Iwan Hermawan juga membawa berbagai peralatan yang dapat mendukung peningkatan kinerja atlet, seperti kamera yang berguna untuk bahan evaluasi pelatih dan atlet saat latihan.

Sport science jelas bisa membantu meningkatkan kinerja atlet-atlet kita di Asian Games 2018 nanti. Yang jadi pertanyaan adalah apakah itu sudah cukup untuk membantu atlet-atlet kita meraih medali?

Di cabang-cabang olahraga terukur, seperti atletik dan renang, bukan pekerjaan mudah memperbaiki pencapaian dalam waktu hanya sekitar satu tahun.

Saat atlet-atlet kita di cabang atletik dan renang kesulitan memborong banyak medali emas di level ASEAN pada SEA Games 2017 lalu, mungkinkah pencapaian mereka bisa melonjak drastis dalam waktu hitungan bulan sehingga bisa masuk tiga besar Asia?

Kata Iwan Hermawan dan beberapa peserta seminar, kunci untuk memiliki juara di level Asia dan dunai adalah persiapan yang matang dan panjang.

Persiapan yang matang dan panjang itu termasuk membentuk anak-anak di Indonesia memiliki gerakan dasar olah raga yang tepat di usia sekitar 6-10 tahun.

Kondisi sekarang tidak mendukung karena di sekolah-sekolah dasar pelajaran pendidikan jasmani hanya sekali dalam sepekan. Begitu kata Iwan Hermawan.

Seorang dosen FIO UNJ menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke China sebelum penyelenggaraan Olimpaide Beijing 2008.

Menurutnya, China sudah mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade selama sekitar 20 tahunan, bukan hanya untuk membangun fasilitas, tapi juga untuk mendapatkan atlet-atlet unggulan.

Hasilnya, China mengungguli Amerika Serikat dan keluar sebagai juara umum dengan meraih 48 medali emas, unggul 12 medali emas dari AS.

Sementara itu, Indonesia hanya memiliki waktu persiapan tiga tahun setelah Vietnam memutuskan mundur sebagai tuan rumah Asian Games 2018.

China memiliki waktu sekitar 20 tahun untuk mewujudkan rencana sebagai yang terbaik, sebaliknya kita dengan persiapan hanya sekitar tiga tahun berani memasang target 10 besar Asia di Asian Games 2018.

(Baca Juga: Tak Hanya Febri Hariyadi, Klub Malaysia Bakal Boyong Kapten Persib Bandung)

Bisa saja kontingen Indonesia menembus 10 besar karena ada beberapa cabang unggulan kita dari cabang non olimpiade yang dipertandingkan, seperti pencak silat, bridge, dan jetski.

Kontingen Indonesia bisa meraih sekitar 10 emas, sementara pada dua Asian Games terakhir, di Incheon 2014 dan Guangzhou 2010, kita hanya mendapat masing-masing empat emas.

Jelas bangga bisa masuk 10 besar Asia, namun apa manfaat dari kebanggaan yang mungkin hanya sesaat kalau di Asian Games berikutnya pada 2022 di Hangzhou China, kita terlempar dari 10 besar dengan perolehan medali emas merosot lantaran cabang-cabang andalan kita tidak dipertadingkan lagi.

Iwan Hermawan memberi contoh apa yang terjadi setelah Indonesia menjadi juara umum SEA Games 2011 di negeri sendiri.

Kontingen Merah Putih berjaya di SEA Games 2011 dengan memborong 182 medali emas. Namun, setelah cabang-cabang andalan yang non-olimpiade tak dipertandingkan di ajang-ajang berikutnya, perolehan medali emas kita merosot drastis.

Di SEA Games 2013 Myanmar Indonesia hanya meraih 64 medali emas, lalu di Singapura 2015 cuma 47, dan terakhir di Malaysia 2017 lalu hanya 38 medali emas.

Sah-sah saja pemerintah memberikan target tinggi untuk kontingen Indonesia di Asian Games 2018 supaya olahraga kita terpacu untuk bekerja keras mewujudkan target.

Namun, akan lebih bagus jika pemerintah juga memikirkan prestasi olahraga Indonesia jauh ke depan, dimulai dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung munculnya banyak anak yang memiliki potensi menjadi atlet kelas Asia dan dunia.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P