Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Fenomena Sepak Bola Indonesia: Meninggalkan dan Ditinggalkan Sponsor

By Yosrizal - Jumat, 23 Maret 2018 | 23:16 WIB
Penyerang Persija Jakarta, Marko Simic, dikejar dua pemain Bhayangkara FC, Alsan Putra dan Nurhidayat, pada laga pembuka Liga 1 2018 di Stadion Utama GBK pada Jumat (23/3/2018). (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM)

  Dua hari menjelang kick-off Liga 1 2018, Jumat (23/3/2018), datang kabar mengecewakan dari sponsor kompetisi.

Ya, perusahaan pemesanan tiket dan hotel secara on line, Traveloka, dikabarkan menarik diri. Saya belum mendapatkan kepastian kenapa perusahaan yang berdiri sejak 2012 itu mundur.

Dengan demikian, PT Liga Indonesia Baru (LIB) kehilangan separuh dari label kompetisi.

Jika musim lalu lengkap dengan nama kompetisi Liga 1 Gojek Traveloka, musim ini tinggal Liga 1 Gojek.

Sejak setahun lalu, brand Traveloka melekat dan akrab di telinga bolamania Tanah Air. Kini, kita harus kembali membiasakan diri dengan nama baru.

Sejauh ini, memang pihak PT LIB dan PSSI belum memberikan alasan konkret kenapa perusahaan dengan nilai valuasi 26 triliun rupiah lebih itu menarik komitmennya bersama sepak bola Indonesia.

Yang pasti, operator kompetisi sudah mengambil sikap dengan tetap menggelar kompetisi Liga 1 sesuai jadwal, diawali laga Bhayangkara FC melawan Persija di Stadion SUGBK, Senayan, Jumat (23/3/2018).

(Baca Juga: Vladimir Vujovic Kena Hukuman Percobaan dari Komdis PSSI)

Memang, situasi ini sebuah persepsi buruk yang dilakukan oleh sebuah perusahaan besar milik anak muda yang bernama Ferry Unardi.

Pria lulusan Perdue University jurusan science and engineering Amerika Serikat asal Padang itu konon belum bisa dijumpai secara langsung oleh pihak LIB.

Terlepas dari semua itu, putusnya kerja sama dengan perusahaan yang merambah negara Asia Tenggara dan memiliki lebih dari 500 karyawan ini, merupakan sebuah konsekuensi logis dalam industri sepak bola Indonesia.

Selama ini, bisnis sepak bola kita belum berjalan sebagaimana di negara-negara Industri sepak bola Eropa dan Amerika Latin.

Meski sepak bola Indonesia sudah ada sejak 88 tahun silam, kita tertinggal jauh dibanding Jepang, yang baru mengenal kompetisi liga pro pada 1992.

Kalau benar apa yang dikatakan PT LIB bahwa pemutusan kerja sama Traveloka  secara sepihak, artinya perusahaan yang dikelola oleh tiga anak muda jebolan universitas ternama di Amerika itu telah melanggar sebuah kesepakatan binis.

Situasi ini akan memunculkan sebuah konflik jika para pihak gagal mencapai kesepahaman dalam menuntaskan masalah.

Lain halnya ketika pihak sponsor menyatakan menarik diri usai Liga 1 musim lalu. Tentu tergantung klausul kontrak dan kerja sama yang disepakati antara LIB dan Traveloka.

Yang menjadi masalah besar adalah “badai” tiba-tiba memutus kerja sama dua hari menjelang pesta besar sepak bola Indonesia digulir.

(Baca Juga: Barisan Lima Penyerang Lokal yang Bakal Bersinar di Liga 1 2018, Satu Nama Tak Diduga!)

Di sisi lain, sepak bola Indonesia yang tak diwarnai masalah sepanjang tahun, bukanlah sepak bola kita.

Sebagai penyandang dana kompetisi, sponsor yang mengabaikan kerja sama ibarat pukulan “counter” seorang petinju.

Hal yang sama juga pernah dilakukan PSSI dan operator kompetisi pada 2014, meski tidak sama persis.

Kompetisi Liga 1, dulu bernama Indonesia Super League (ISL), berhasil menggaet Bank Nasional Qatar (QNB) sebagai sponsor utama.

Kala itu, pihak BV Sport sebagai pemegang lisensi ISL mendapatkan kontrak kerja sama dengan bank asal Timur Tengah itu selama tiga musim (2015-2017).

Keberhasilan menggaet kerja sama dengan Bank Qatar dinilai sebagai sebuah langkah bersejarah. QNB merupakan perusahaan asing pertama yang menjadi sponsor kompetisi sepak bola di Indonesia.

Sebagai sebuah bank yang baru membuka jaringan bisnis  di Indonesia pada 2011, merencanakan ISL merupakan langkah untuk meningkatkan platform sepak bola di Indonesia.

Meski tergolong baru di pentas sepak bola Indonesia, bank terbesar di Timur Tengah dan Afrika itu bukan pemain baru dalam kancah sepak bola.

(Baca Juga: Marko Simic Mandul pada 3 Pertandingan, Ini Kata Teco)

QNB adalah sponsor klub Liga Prancis, Paris Saint-Germain, dan langganan sponsor di pentas Piala Asia.

Cuma, nama besar dan pengalaman QNB di jagad sepak bola dunia tak memberi nilai tambah bagi sepak bola Indonesia.

ISL, yang digadang-gadang sebagai kompetisi perubahan, terbaik, terjujur, dan kompetitif harus berhenti di tengah jalan.

Padahal, ketika itu dengan bangga Joko Driyono menyebut kehadiran QNB sebagai hasil nyata bahwa Indonesia tengah berada dalam tren industri sepak bola dengan pasar global.

Tetapi, kebanggaan Joko Driyono langsung diuji oleh keputusan Badan Olah Raga Profesional Indonesia (BOPI).

Ketika itu, BOPI hanya membolehkan kompetisi diikuti 16 klub. Arema Cronus dan Persebaya dilarang karena alasan legalitas.

Hal ini buntut dari kisruh PSSI dengan Kemenpora. Sehingga, kompetisi ISL 2015 tak tuntas.

Kasus ini tidak membuat jera QNB dan berjanji akan meneruskan kerja sama dalam kompetisi berikut.

Kenyataan, bukan pihak sponsor yang meninggalkan kompetisi, justru kompetisi yang meninggalkan sponsor.

Setelah campur tangan pemerintah pascasanksi FIFA, sepak bola Indonesia kembali bergulir. Tetapi, dalam bentuk turnamen: Piala Presiden dan Piala Sudirman.

Kompetisi baru benar-benar bisa digulirkan lagi pada 2017 dengan label kompetisi dua perusahaan yang berbasis on-line: Gojek dan Traveloka.

Ternyata, kerjasama dengan dua sponsor milik Nabiel Makarim dan Ferry Unardi itu pun koyak.

Duet brand baru dalam bisnis transportasi serta pemesanan tiket dan hotel itu pecah. Traveloka mundur.

Gojek akhirnya melaju sendiri. Jalan terus tanpa “pesan tiket dan hotel”.

Sejauh ini, belum ada keluhan dari PT LIB bila kompetisi musim 2018 akan disponsori oleh satu perusahaan sebagai main sponsor.

Komitmen Berlinton Siahaan sebagai CEO LIB untuk menggelar kompetisi sesuai jadwal yang sudah dua kali tertunda pada 21 Maret 2018 terpenuhi.

Tentu, komitmen ini bukan sebuah upaya untuk menjaga gengsi. Atau sekadar menunjukan bahwa LIB sebagai operator yang sanggup manggung akibat dari mundurnya Traveloka.

Sebab, dua pergelaran yang sudah dilaksanakan LIB tak semuanya berjalan mulus.

Kompetisi Liga 1 diklaim berjalan mulus, meski ada sedikit rintangan dan sekaligus tantangan bagi operator soal kualitas perangkat pertandingan.

Hal itu kemudian dijawab dengan mendatangkan wasit asing pada putaran kedua.

Lalu, tersangkut soal kewajiban untuk melunasi hak para klub yang sudah disepakati sebelum kompetisi bergulir. 

Tuntas, meski agak terlambat, kecuali soal hak siar televisi yang belum dibagi sesuai rating siaran langsung.

Kondisi ini sedikit menjadi ganjalan pada awal turnamen Piala Presiden 2018. Sebagian klub menuntut hak mereka sebelum turnamen dimulai.

Kini, ketika kompetisi Liga 1 hendak dimulai, agen tiket dan hotel one line membatalkan kerja sama.

Ibaratnya, kini Liga 1 berjalan dengan satu kaki. Tetapi, lebih baik satu kaki dibanding punya dua kaki namun lumpuh. Asal punya tekad dan hati, semuanya akan berjalan dengan pasti.

(Baca Juga: Tak Lagi Jadi Sponsor Liga 1, Ini Penjelasan Traveloka)

Semoga kondisi ini tak dijadikan alasan oleh PT LIB untuk ingkar dari berbagai hal yang sudah disepakati dengan  18 klub Liga 1.

Juga bukan alasan untuk tidak menyegerakan Liga 2 dan Liga 3. Karena, semuanya butuh komitmen sejati tanpa basa –basi.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P