Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Picasso dan Duka Barcelona

By Persiana Galih - Rabu, 12 September 2018 | 07:00 WIB
Taman di tengah Museum Picasso, Malaga, Spanyol, salah satu dari sedikit objek yang boleh diabadikan di museum tersebut. (PERSIANA GALIH/BOLA)

Dalam karya Football, dia mengguratkan empat pemain Barcelona dan tiga pemain Benfica, dengan bundar kuning di tengah mereka serupa bola.

Tak ada yang aneh dalam warna, tentu, karena itulah corak masing-masing seragam kedua tim kala melakoni final Euro Cup 1961.

Dalam final, Barcelona mengenakan jersey garis vertikal merah-biru, dan Benfica mengenakan jersey merah. Namun, warna kuning pada bola mengandung banyak arti.

Secara umum dalam kacamata seni rupa, kuning berarti kemegahan. Sepak bola adalah sesuatu yang megah. Medium di mana fulus mengalir dari hulu ke hilir dan sebaliknya. Tempat di mana setiap peristiwa menguap di layar kaca, di media massa.

(Baca juga: Bagi Led Zeppelin, Wolverhampton Wanderers seperti Agama)

Kuning pula berarti keangkuhan. Sepak bola adalah gengsi, adalah harga diri. Seperti halnya publik Barcelona yang merasa dipecundangi Benfica. Sialan, adakah cara agar mereka tak berduka?

Dan duka itu pula yang tertanam abadi dalam gurat tangan Picasso.

Biru dan merah, dengan garis lentur, adalah gaya khas Picasso sebelum ia menggeluti kubisme pada awal 1900-an.

Kubisme adalah aliran yang bikin Picasso mendunia. Sebuah gerakan seni yang ia rintis bersama Georges Braque (Seniman Perancis), di mana berhasil menciptakan revolusi dalam ilmu lukisan dan pahatan Eropa. Aliran itu pun menginspirasi gerakan serupa dalam seni musik dan sastra.

Namun, dalam Football, Picasso seakan kembali ke sikap lamanya: berubah-ubah gaya yang bikin penggemarnya terpana.