Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Ketika Bambang Pamungkas Berpuisi, Terungkaplah Gayanya Mendekati Wanita Sampai Berkucur Keringatnya

By Fallen Oktafian - Sabtu, 19 Agustus 2017 | 22:07 WIB
Bambang Pamungkas dan istrinya (instagram.com/bepe20)

Seorang pesepak bola biasanya dikenal sebagai seorang yang menggunakan kemampuan fisik lebih dari kemampuan lainnya.

Namun, Bambang Pamungkas mampu menunjukkan sisi lain dari seorang pesepak bola. 

Striker Persija Jakarta ini ternyata suka sastra dan suka menulis puisi.

Pemain bernomor punggung 20 yang telah memulai karier sepak bola sejak 1988 ini ternyata memiliki jiwa seni dalam bidang puisi.

Salah satu unggahan Bepe, sapaan akrab Bambang Pamungkas, menampilkan foto dirinya dengan istri tercinta, Tribuana Tungga Dewi.

Foto tersebut diunggah melalui akun Instagram disertai dengan keterangan gambar yang lebih mirip bait-bait puisi.

 

• Dik • . Dik, ingatkah engkau dengan rumah putih di depan taman itu. Di sanalah pertama kali kita bertemu, membisu. . Dik, ingatkah engkau saat kuberanikan diri menjabat tanganmu dan menyebut namaku. “Oh paranormal itu ya”, katamu. . Dik, ingatkah engkau dengan telefon pertamaku yang tidak lebih dari satu menit itu. Keringat mengucur deras dari sekujur tubuhku. . Dik, ingatkah engkau saat pertama kali menyaksikanku menendang bola di stadion megah itu. Dua gol yang kubuat sore itu kupersembahkan untukmu. . Dik, rasanya baru kemarin, iya baru kemarin rasanya aku menyematkan cincin itu di jari manismu. Waktu begitu cepat berlalu. . Dik, satu yang harus selalu engkau ingat. Nyawamu dan nyawaku dijodohkan langit, disaksikan bumi, dan direstui alam semesta. Menualah bersamaku. . Dik, semoga Sang Pencipta merahmati . #HappyAnniversary . Tetap semangat dan sukses selalu . •••••

A post shared by •Bambang Pamungkas• (@bepe20) on

Pada baris terakhir Bepe menuliskan "Happy Anniversary", merujuk pada ulang tahun perkawinannya dengan istri tercinta.

Berikut BolaSport.com lampirkan bait-bait puisi karya Bambang Pamungkas :

Dik, ingatkah engkau dengan rumah putih di depan taman itu. Di sanalah pertama kali kita bertemu, membisu.

Dik, ingatkah engkau saat kuberanikan diri menjabat tanganmu dan menyebut namaku. “Oh paranormal itu ya”, katamu.