Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Babak perempat final Piala Presiden 2018 telah digelar di Stadion Manahan, Solo pada 3-4 Februari 2018. Tim yang berhasil melaju ke semi final adalah PSMS Medan, Persija Jakarta, Bali United, dan Sriwijaya FC.
Piala Presiden 2018 tentu sangat mendukung perkembangan ekonomi kerakyatan, banyak usaha rakyat yang mendapat dampak positif dari acara itu.
Seperti halnya yang terjadi di Kota Solo ketika turnamen Piala Presiden 2018 berlangsung. Rakyat yang berprofesi sebagai pedagang merasa sangat diuntungkan dengan adanya acara itu.
Para pedagang menganggap, keberadaan pertandingan itu merupakan sebuah sumber ekonomi tersendiri bagi mereka.
Ada gula, ada semut. Di mana ada keramaian, disitu pasti para pedagang akan berkumpul untuk menjajakan barang-barang dagangan mereka.
(Baca juga: 2 Sosok Spesial Ini Menjadi Penyuntik Semangat bagi Hanis Saghara untuk Selalu Berprestasi)
Seperti halnya dengan keramaian yang ada di sektiar stadion ketika pertandingan berlangsung. Para pedagang berbondong-bondong menuju area stadion, segera menggelar dagangan mereka untuk dipasarkan kepada orang-orang yang ada di kawasan Stadion.
Ada salah satu pedagang yang berbeda dari lainnya ketika babak perempat final Piala Presiden 2018 berlangsung di Stadion Manahan, Solo.
Tak disangka-sangka, ternyata di halaman Stadion Manahan, ada satu pedagang disabilitas yang sangat semangat untuk menjajakan barang dagangannya.
Dia adalah Sugiarto, pedagang disabilitas berusia 48 tahun dari Demak yang memiliki semangat pantang menyerah untuk mengais rejeki melalui turnamen Piala Presiden 2018.
Sugiarto merupakan pedagang jersey yang kerap menggelar dagangannya pada turnamen-turnamen sepak bola besar seperti, Piala Presiden, Liga 1, Liga 2, dan pertandingan persahabatan.
Disabilitas Tak Menghalangi Semangat Kerja
Beban fisik yang dimiliki Sugiarto tak dijadikan alasan untuk bermalas-malasan dan tidak bersyukur, justru dia malah semakin semangat mengais rejeki dengan keterbatasan yang ia miliki.
Sugiarto mengalami cacat fisik atau tuna daksa, tangan kanannya diamputasi karena menderita kanker tulang.
"Kejadian nahas itu dialami saya ketika berusia 20 tahun yaitu pada 20 Desember 1990. Salah satu bagian tubuh harus diamputasi, tentu membuat saya stres," kata Sugiarto mengisahkan kepada BolaSport.com, Minggu (4/2/2018).
Pasca-tangannya diamputasi, dia merasa stres selama tiga bulan. Tuhan memang maha baik, seorang teman kemudian mendatangi Sugiarto. Sang teman itu kemudian memberi motivasi kepada Giarto untuk tetap semangat menjalani kehidupan meski terdapat kekurangan fisik.
Sang teman lalu menawari Giarto untuk ikut menjadi panitia Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), ia pun lalu mengiyakan. Kesibukan kegiatan menjadi panitia PHBI membuat Giarto seakan lupa akan kesedihannya.
Giarto lalu bisa bangkit kembali dan menjalani aktivitas sehari-harinya dengan semangat dan penuh syukur.
Kini Sugiarto merasa tak terbebani dengan kekurangan fisik yang ada pada dirinya, ia merasa itu sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa, mau tidak mau harus dijalani dan disyukuri.
Piala Presiden 2018 Dukung Ekonomi Kerakyatan
Profesi Sugiarto di sektor informal sebagai pedagang jersey yang bersifat nomaden mampu menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan. Semakin banyak pemasukan yang dikantongi Giarto, maka roda perekonomian kerakyatan akan semakin membaik.
Adanya turnamen Piala Presiden 2018 di Kota Solo membawa angin segar bagi Sugiarto. Tanpa berpikir panjang, dia pun langsung bergegas membuka lapak di area Stadion Manahan Solo.
Berjualan di acara Piala Presiden, diakui Sugiarto sangat menambah pemasukannya. Keramaian suporter dan penonton membuat peluang terjual barang dagangan semakin tinggi.
Keuntungan berlipat ganda pun mampu ia kantongi dalam waktu yang singkat. Tak heran jika banyak pedagang yang menghiasi area Stadion Manahan ketika babak perempat final Piala Presiden 2018 berlangsung.
Secara tidak langsung, Piala Presiden 2018 turut mendukung terciptanya sistem ekonomi kerakyatan, yaitu sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.
Berjualan di Area Stadion Menjadi Penyalur Hobi Menonton Sepak Bola
Berprofesi sebagai pedagang jersey yang bersifat nomaden untuk menjajakan barang dagangan di halaman Stadion Manahan Solo, membuat Sugiarto tak bisa menyaksikan pertandingan secara langsung, padahal dia sangat senang menyaksikan pertandingan sepak bola.
Hal itu tak menjadi masalah bagi Giarto, baginya menikmati pertandingan di area halaman stadion sembari berjualan sudah menjadi kesenangan tersendiri baginya.
Selain mengincar keuntungan, Sugiarto memiliki satu lagi alasan kuat untuk tidak menolak berjualan di area stadion ketika ada pertandingan.
Kecintaannya terhadap sepak bola membuatnya merasa dia harus berjualan ketika ada pertandingan, bahkan ia merasa sesuatu yang tak nyaman jika melewatkan momen-momen tersebut.
Jarak Beratus-ratus Kilometer Ditempuh
Sadar akan banyaknya keuntungan yang akan diperoleh jika berjualan di acara pertandingan sepak bola, Sugiarto rela menempuh jarak hingga ratusan kilometer.
Hingga saat ini, Sugiarto pernah berjualan di Stadion Jatidiri Semarang, Stadion Manahan Solo, Stadion Maguwoharjo Sleman, dan yang paling jauh adalah Stadion Gelora Bung Karno Jakarta. Jarak Demak-Jakarta adalah 487 kilometer, ia rela menempuh jarak sejauh itu demi berjualan sekaligus menuntaskan hasrat keinginannya untuk merasakan gegap gempita pertandingan.
Giarto mengendarai sepeda motor untuk menuju ke stadion-stadion itu, kecuali SUGBK. Ketika akan berjualan di SUGBK dia berangkat bersama rombongan pedagang menggunakan bus dan kereta.
Sepeda motor yang dipakai Giarto pun sudah didesain khusus untuk dia yang memiliki kekurangan fisik.
Ketika berjualan di Stadion, Giarto rela untuk tidur di emperan demi mengais rejeki yang halal.
Anak-anak Menjadi Motivasi Terkuat
Seakan tak mengenal lelah, Sugiarto berjualan dari pertandingan ke pertandingan, bahkan ketika tak ada pertandingan, ia rela berburu pusat keramaian untuk membuka lapak.
Ketika tidak ada pertandingan sepak bola, Giarto berjualan di pasar malam. Tak hanya satu pasar malam, Giarto membidik beberapa acara pasar malam di beberapa daerah seperti Rembang, Pati, Semarang, dan Kudus.
Berat memang untuk dijalani, mendatangi satu per satu pusat keramaian, namun semua itu terasa ringan ketika Giarto mengingat sosok yang menjadi motivasinya dalam bekerja.
"Mereka adalah anak-anak saya," ujar Giarto. "Merekalah motivasi saya."
Sugiarto saat ini memiliki tiga anak, yang pertama baru saja lulus SMA tahun 2017, kedua masih duduk di bangku kelas 2 SMP, dan yang terakhir masih berusia 4 tahun.
(Baca juga: VIDEO - Kesabaran dan Keramahan Spaso saat Satu per Satu Melayani Penggemar Benar-benar Luar Biasa)
Demi ketiga anaknya itu, Giarto rela melakukan apa saja. Menempuh jarak jauh untuk berjualan dia lakoni. Rasa lelahnya terobati ketika sampai di rumah dan menyaksikan ketiga anaknya tersenyum bahagia.
Kisah Sugiarto ini mengingatkan kepada kita untuk selalu bersyukur dan semangat dalam menjalani kehidupan. Kita yang masih diberi kesempurnaan fisik seharusnya merasa malu jika masih saja mengeluh, sedangkan Sugiarto dengan kondisi disabilitas yang dimilikinya masih tetap semangat untuk mengais rejeki.
Sugiarto pun berterima kasih kepada Piala Presiden 2018, karena dengan adanya perhelatan pertandingan itu turut mendorong perekonomiannya menjadi lebih baik.
"Saya bersyukur dengan adanya Piala Presiden ini," ucap Giarto.
Suksesnya pelaksanaan Piala Presiden tak hanya dinikmati oleh pecinta sepak bola, masyarakat yang berprofesi pedagang sebagai penggerak perekonomian kerakyatan pun turut mendapatkan pengaruh positif.
Majulah sepak bola Indonesia!!!