Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Namun, identifikasi bakat secara medis tak dapat dilakukan dengan mudah. Apalagi, mengingat Perbasi hanya berada di Mali selama dua hari saja.
"Tim medis tentu membutuhkan waktu lebih lama untuk identifikasi itu, apalagi jumlahnya sepuluh orang," ucap Andi.
"Bukan cuma itu, tim medis perlu membawa para pebasket itu ke dalam laboratorium dan peralatan lengkapnya untuk melakukan pengujian," kata dokter yang juga menjadi tim medis Michael Essien dan Carlton Cole saat dikontrak Persib Bandung ini.
Sebenarnya, Andi tak begitu sepakat dengan pendapat Perbasi bahwa orang Afrika memiliki genetika yang lebih baik daripada orang Indonesia dalam urusan bola basket. Pendapat itu pula yang menjadi landasan pelatih timnas basket Indonesia, Fictor Roring, sepakat dengan Perbasi.
Menurut Andi, setiap orang memiliki bentuk genetika berbeda tanpa memandang ras.
(Baca juga: Pro-Kontra Mega Proyek Basket Indonesia - Komentar Menpora soal Rencana Perbasi Datangkan Warga Afrika)
"Semua anggapan itu tidak benar. Orang Afrika tidak menjamin akan punya kualitas lebih bagus dari orang Indonesia," tuturnya.
Maka itu, ia berharap Perbasi terlebih dulu melakukan pendekatan sains pada para pebasket U15 Indonesia sebelum merekrut orang Afrika.
Menurut dia, sisa waktu tiga tahun (hingga kualifikasi piala dunia pada 2021) cukup untuk melakukan identifikasi bakat pebasket lokal.
Perbasi terpaksa merekrut dan mewarganegarakan sepuluh pebasket Afrika untuk memperkuat timnas Indonesia yang mesti lolos kualifikasi Piala Dunia Basket 2023 pada 2021.
Kebutuhan untuk memiliki tim yang kuat muncul setelah Indonesia resmi ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia 2023 bersama Jepang dan Filipina.
Baca Liputan Khusus Tabloid BOLA dan BolaSport.com:
Pro-Kontra Mega Proyek Basket Indonesia
A post shared by TABLOID BOLA (@tabloid_bola) on