Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sekitar dua minggu berlalu semenjak Febri balik ke Tanah Air.
Pada Rabu (11/7), ia japri setelah saya mengunggah video di Instagram bagaimana sepinya Lapangan Merah Moskow kini.
Memang masih banyak orang berlalu lalang dan mengunjungi obyek-obyek wisata di daerah sekitar Lapangan Merah serta Kremlin.
Namun, tak ada lagi dansa di jalanan, tarian ceria, nyanyian semarak dari para suporter Peru, Argentina, Meksiko, Brasil, dan Kolombia seperti di awal-awal Piala Dunia.
Pecah suporternya Kolombia #ENGCOL #WorldCup pic.twitter.com/IoxHuHk8C1
— Firzie A. Idris (@firzieidris) July 3, 2018
Keramaian mereka berhasil membuat warga Moskow dan kota-kota penyelenggara lainnya larut dalam kegembiraan dan tawa riang.
Beberapa orang Indonesia yang telah lama tinggal di Moskow juga mengatakan bahwa Piala Dunia telah mengubah mentalitas warga Rusia.
Mereka yang kaku dan dingin (sedikit banyak karena pengaruh cuaca) berubah menjadi hangat dan sangat terbuka kepada para pendatang.
Tanpa suporter dari negara-negara tadi, nuansa Piala Dunia sudah tidak relevan lagi, apalagi para semifinalis dan finalis tak terkenal dengan kegilaan suporter mereka.
Bagi saya (dan juga Febri) atmosfer Piala Dunia sesungguhnya terjadi ketika fase grup bergulir. Memang, suporter Inggris berusaha menggairahkan suasana lagi seiring dengan majunya Three Lions.
Sahut2an fans Brasil dan Argentina di sebuah kafe di area Red Square. Fan Fest Moskow tutup karena ada badai jadinya pada nyari tempat lain. Red Square dan Kremlin jadi tempat alternatif populer #Worldcup
Video by @febrinand pic.twitter.com/7BEpTXyKKz
— Firzie A. Idris (@firzieidris) June 30, 2018
Fair play kepada mereka karena suasana menjadi sedikit lebih baik hingga babak semifinal setidaknya.