Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Prancis Memindahkan Gunung, Kroasia Menemukan Serpihan yang Hilang

By Weshley Hutagalung - Sabtu, 14 Juli 2018 | 12:03 WIB
Ekspresi gelandang dan kapten Kroasia, Luka Modric,, setelah timnya lolos ke final Piala Dunia 2018 dan mengalahkan Inggris di Stadion Luzhniki, Kamis (12/7/2018). (HERKA YANIS PANGARIBOWO/TABLOID BOLA )

Prancis memiliki semangat yang sanggup memindahkan gunung. Kroasia telah menemukan solusi dalam 10 tahun terakhir timnas mereka.

Final edisi ke-21 Piala Dunia mempersembahkan duel dua tim Eropa. Prancis mewakili kub barat dan Kroasia membawa bendera timur.

Bagi Prancis, final Piala Dunia ini adalah yang ketiga.

Setelah berhasil menjadi juara pada edisi 1998, Prancis gagal di final Piala Dunia 2006 karena dikalahkan Italia.

Kroasia? Sebagai negara sendiri, setelah berpisah dari Yugoslavia, final ini adalah yang pertama dalam 5 keikutsertaan mereka di putaran final Piala Dunia.

(Baca Juga: Wasit Laga Final Piala Dunia 2018 Ternyata Seorang Bintang Film)

Dalam penampilan perdana di Piala Dunia sebagai Kroasia, dunia memuji penampilan Zvonimir Boban, Robert Prosinecki, Davor Suker dkk.

Mereka mencapai semifinal walau gagal menggapai puncak kejuaraan. Prancis, sang tuan rumah. menghentikan laju Kroasia lewat dua gol Lilian Thuram membalas gol Davor Suker.

Kini, 20 tahun kemudian Kroasia berkesempatan membalas kekalahan di semifinal tersebut. Bahkan, hadiahnya adalah gelar juara dunia.

Penampilan Kroasia sejak memulai Piala Dunia 2018 memikat banyak orang, termasuk saya. 

Bukan melulu soal kemenangan, melainkan cara mereka bermain yang rapi dan kompak.

Mengalahkan Argentina dengan skor 3-0 bukan pencapaian biasa walau sang lawan terlihat bak perca kain yang dijahit menjadi satu.

Hanya, tim pelatih Kroasia harus pintar-pintar memulihkan kebugaran pemainnya karena Luka Modric dkk bermain melewati extra time di 3 pertandingan sejak melewati fase grup.

(Baca Juga: Siapa Jagoan Neymar di Final Piala Dunia 2018?)

Menarik menilik ucapan Zlatko Dalic, sang pelatih. Ia menyinggung soal bakat individu dan persatuan.

Dari Dejan Lovren, Ivan Perisic, Ivan Rakitic, Luka Modric, hingga Mario Mandzukic. Nama-nama ini ngetop di kalangan penggemar sepak bola.

Pelatih Zlatko Dalic hanya membawa 2 pemain yang berkompetisi di Liga Kroasia.

Artinya, ada modal pengalaman dan kematangan cara bermain untuk menghadapi beragam gaya lawan.

Sisi negatifnya tentu ada, yakni kekompakan bermain dan perilaku pemain bintang akibat popularitas dan kejayaan di klub.

"Selama 10 tahun terakhir, kami memiliki pemain dengan bakat hebat namun tidak bersatu," begitu kata Dalic,

Sejak ditunjuk menangani timnas Kroasia pada awal Oktober 2017, fokus utama dan pertama dari Dalic adalah menyatukan individu-individu hebat menjadi sebuah tim yang kompak.

Kekompakan seperti serpihan yang hilang yang kemudian menghubungkan bakat-bakat hebat pemain Kroasia.

Saya sepakat dengan ucapan Dalic bahwa tim yang mengandalkan nama besar di Piala Dunia 2018 tak bisa bertahan.

Walau, harus diakui pergelaran seperti Piala Dunia membutuhkan nama-nama besar sebagai ikon kejuaraan. Sebut saja Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Neymar, hingga Harry Kane, Paul Pogba, dan Mohamed Salah.

Kata Dalic, yang akan terus bertahan adalah tim yang kompak dan bersatu berjuang untuk tujuan yang sama.

(Baca Juga: Wasit Piala Dunia 2018 - Berawal dan Berakhir dengan Nestor Pitana)

Nah, kekompakan talenta-talenta hebat milik Kroasia akan beradu dengan keyakinan Didier Deschamps mengawal timnas Prancis.

Menjelang final, Deschamps memuji semangat membara tim asuhannya.

Ia menyebut timnas Prancis di Piala Dunia merupakan tim muda dengan semangat besar yang sanggup memindahkan gunung.

Dengan usia 19 tahun, Kylian Mbappe mempertontonkan grafik bermain yang semakin matang untuk sebuah kejuaraan akbar. Gaya sang juara.

Mbappe membuktikan ia merupakan pilihan tepat mendampingi senjata utama di lini depan Prancis, Antoine Griezmann.

Selama di Piala Dunia 2018, Paul Pogba tidak terlalu menonjol dalam pemberitaan (kecuali gaya rambut). Namun, lihatlah Pogba secara taktik dan strategi permainan.

Dengan rata-rata usia 25,8 tahun, skuat Prancis memang lebih muda dari sang lawan. Tim Kroasia di Piala Dunia 2018 rata-rata berusia 29 tahun.

Gagal di Piala Dunia 2018? Sedikit perombakan dan penambahan skuat, kita bisa membayangkan kekuatan amunisi Prancis di Piala Eropa 2020.

Hmm, bila skuat Prancis bisa memindahkan gunung, mampukah mereka memulangkan timnas Kroasia tanpa gelar?

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P