Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kota Yogyakarta kembali bisa merasakan atmosfer turnamen pramusim bergengsi se-Indonesia, Piala Presiden 2019. Sempat vakum dua tahun, ada wakil dari Yogyakarta yang akhirnya kembali bertanding di Piala Presiden, yaitu PSS Sleman.
Kota Yogyakarta bukan hanya menawarkan destinasi wisata dan masakan kulinernya khas Indonesia. Akan tetapi, ada juga suasana Stadion Maguwoharjo, kandang PSS Sleman, yang menjadi magnet bagi banyak pecinta sepak bola Indonesia.
Menginjakkan kaki di Stadion Maguwoharjo menjadi hal yang sangat ditunggu-tunggu. Tak hanya suporter lawan, rasa penasaran pun dirasakan oleh sebagian awak media untuk melihat secara langsung bagaimana suasana di dalam stadion yang berdiri pada 2005 itu ketika PSS Sleman bertanding.
PSS Sleman dipercaya untuk menjadi tuan rumah babak penyisihan Grup D Piala Presiden 2019. Keputusan ini bisa dibilang cukup unik. Sebab, PSS Sleman merupakan klub promosi Liga 1 2019 setelah mengamankan gelar juara Liga 2 2018. Bagi PSS Sleman, ini bukan keikutsertaan pertama mereka di turnamen tersebut.
Sebelumnya, tim berjulukan Super Elang Jawa itu sempat tampil di Piala Presiden 2017. Berstatus tim Liga 2 2017, PSS Sleman juga dipercaya menjadi tuan rumah babak penyisihan Grup A Piala Presiden 2017 yang kala itu dijuarai oleh Arema FC.
Baca Juga : Ketika Mantan dan Calon Persib Bertemu di Final Piala Presiden 2019
PSS Sleman memang belum bisa berbicara banyak untuk mengukir prestasi pada dua edisi Piala Presiden. Tim yang lahir pada 1976 itu selalu gagal lolos dari babak penyisihan grup. Namun demikian, mereka selalu belajar untuk menjadi lebih baik demi bisa menghadapi kompetisi sesungguhnya, Liga 1.
Urung berprestasinya PSS Sleman di Piala Presiden 2019 tidak menjadi masalah besar bagi kedua kelompok suporter mereka, Slemania dan Brigata Curva Sud (BCS). Kedua kelompok suporter tersebut masih tetap bernyanyi dan berteriak sembari menjunjung asas fair play demi mendukung PSS Sleman bertanding di gelaran Piala Presiden 2019.
Rasa cinta kedua kelompok suporter itu ke PSS Sleman sangatlah besar. BCS contohnya, mereka melakukan aksi boikot ketika pertandingan pertama babak penyisihan Grup D Piala Presiden 2019. Kala itu, PSS Sleman kebagian menjamu tim bertabur bintang, Madura United. BCS mengajukan delapan tuntutan kepada manajemen PSS Sleman untuk mengurusi klub yang sangat mereka cintai itu dengan cara yang profesional.
Manajemen PSS Sleman sempat tak menghiraukan delapan tuntutan dari BCS tersebut. Walhasil, suporter yang bisa menghuni Tribune Selatan Stadion Maguwoharjo itu benar-benar melakukan aksi boikot dan tidak datang memberikan dukungan kepada PSS Sleman. Stadion Maguwoharjo bak stadion mati tanpa dukungan dan nyanyian dari BCS. Rasa sayang BCS kepada PSS Sleman diwujudkan dengan memberikan dukungan dari luar tanpa perlu masuk ke dalam Stadion Maguwoharjo.
BCS tetap bernyanyi selama 90 menit dari luar Stadion Maguwoharjo, meskipun tidak bisa menyaksikan secara langsung Rangga Muslim dkk bertanding melawan Madura United pada 5 Maret 2019. Ketidakhadiran BCS pun membuat para pemain PSS Sleman kurang bersemangat dan akhirnya harus menelan kekalahan 0-2 dari Madura United.
Baca Juga : Persebaya Mungkin Tanpa Djadjang Nurdjaman di Final Piala Presiden 2019
“Meski sedikit tetapi (ketidakhadiran BCS) memang berpengaruh. Terlebih mereka biasanya selalu memberikan semangat, namun kami kembali ke diri kami sendiri. Bagaimanapun kami harus bermain dengan penuh semangat meski dengan kondisi seperti sekarang," kata Kapten PSS Sleman, Bagus Nirwanto.
Merasa dirugikan tanpa dukungan dari BCS, manajemen PSS Sleman akhirnya sepakat untuk menuruti delapan tuntutan tersebut. BCS pun memutuskan untuk mencabut kembali aksi boikot dan memberikan dukungan penuh kepada PSS Sleman pada dua pertandingan sisa babak penyisihan Grup D Piala Presiden 2019, kontra Borneo FC dan Persija Jakarta.
Atmosfer Stadion Maguwoharjo yang ditunggu-tunggu akhirnya tercipta. BCS bersama Slemania terus melantangkan dukungan penuh kepada PSS Sleman ketika berjumpa Borneo FC. Dukungan itu membuat para pemain PSS Sleman kembali bersemangat dan mendapatkan tiga poin setelah menumbangkan Borneo FC dengan skor 2-0 pada 8 Maret 2019.
Rasa takjub terhadap aksi BCS yang tak kenal lelah memberikan dukungan kepada PSS Sleman membuat pelatih Borneo FC, Fabio Lopez, angkat bicara. Pelatih asal Italia itu melihat ada warna yang berbeda dari kehadiran BCS. Fabio Lopez kagum dengan bahasa Italia yang biasa dilantunkan oleh BCS ketika PSS Sleman berlaga. Ia merasakan atmosfer sepak bola Italia di Indonesia. Ia merasa seperti di "rumah".
Baca Juga : Permalukan Madura United, Persebaya Hadapi Arema FC di Final Piala Presiden 2019
“Saya merasa gembira sekali berada di sini (Stadion Maguwoharjo). Ini seperti saya berada di rumah saya, di Italia. Luar biasa memang. Semua orang tahu, mereka (suporter PSS) adalah suporter yang luar biasa,” kata Fabio Lopez.
BCS memang cukup berbeda dengan kelompok suporter sepak bola yang lainnya di Indonesia. Kelompok suporter yang lahir pada 2009 itu berkiblat ke Italia dalam memberikan dukungan kepada PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo.
Peran aktif BCS kembali terlihat saat PSS Sleman berjumpa Persija Jakarta pada laga terakhir Grup D Piala Presiden 2019 di Stadion Maguwoharjo. Laga tersebut memecahkan rekor penonton terbanyak Piala Presiden 2019 setelah sempat dipegang oleh laga Arema FC kontra Persela Lamongan.
Sebanyak 29.150 penonton, termasuk BCS dan Slemania, hadir ke dalam stadion berkapasitas 30 ribu orang tersebut. Di luar Stadion Maguwoharjo juga masih banyak suporter PSS Sleman dan Persija Jakarta yang tidak mendapatkan tiket pertandingan. Para suporter baik BCS, Slemania, maupun The Jakmania sama-sama bernyanyi secara lantang untuk memberikan dukungan kepada tim kebanggaannya.
Pujian kembali datang untuk BCS. Kali ini Ketua Umum The Jakmania, Ferry Indrasjarief, yang menyatakan kekagumannya. Pria yang akrab disapa Bung Ferry itu salut dan takjub kepada BCS. Menurut Bung Ferry, BCS hanya fokus memberikan dukungan kepada PSS Sleman tanpa hanya bernyanyi dengan nada rasial ke klub lawan. Sebuah sikap fair play yang harus diteladani oleh seluruh kelompok suporter di Indonesia.
Baca Juga : Gagal di Piala Presiden 2019, PSS Sleman Evaluasi Kedalaman Skuat
Memang tak bisa dipungkiri masih banyak suporter sepak bola Indonesia yang melakukan rasialisme atau menghina tim lawan. Padahal, tindakan rasial tersebut sudah dilarang oleh FIFA, induk tertinggi sepak bola dunia. Sementara, BCS dinilai sama sekali tidak merugikan tim lawan, meskipun saat itu PSS Sleman harus kalah 0-2 dari Persija Jakarta.
“Salut dengan BCS yang terus bernyanyi tanpa menghina tim lawan. Mereka pantas menjad role model untuk suporter sepak bola Indonesia,” kata Bung Ferry.
Meskipun BCS merupakan suporter yang terhitung baru di persepakbolaan Indonesia, kelompok pendukung klub lain yang lebih dulu lahir bisa mengikuti jejak positif mereka. Tidak perlu malu untuk saling belajar. Karena, kebaikan akan berpengaruh positif untuk persepakbolaan Tanah Air. Masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak menggemari sepak bola nasional karena tindakan negatif seperti aksi anarkis dan bentrokan antarsuporter. Pola pikir setiap suporter Indonesia harus benar-benar terbuka.
Salah satu contoh terjadi ketika oknum suporter Arema FC, Aremania, bertindak rasialis kepada pendukung Persebaya Surabaya. Beberapa kali masih ada lantunan lagu yang ditujukan untuk menghina Bonek, pendukung Persebaya Surabaya, saat Arema FC meraih kemenangan 4-0 melawan Bhayangkara FC pada babak delapan besar Piala Presiden 2019. Kapten Arema FC, Hamka Hamzah, sampai geram dengan tindakan negatif oknum suporter timnya tersebut.
Baca Juga : PSS Sleman Vs Persija - BCS Serukan Selamat Datang The Jak Mania
Hamka Hamzah kecewa dengan sikap Aremania. Bahkan, pemain bernomor punggung 23 itu sempat memberikan isyarat tanda silang kepada Aremania untuk berhenti bernyanyi rasialis ke Bonek. Untung saja, Aremania bisa mendengar permintaan dari Hamka Hamzah.
“Walaupun Aremania suporter (tim) saya sendiri, tapi kalau memang tidak bagus ya kami tegur. Karena satu kesalahan yang bikin rezeki kami jauh mungkin salah satunya itu (sering mengejek suporter lawan)," ujar Hamka Hamzah.
"Saya selalu memberi edukasi, Aremania di Malang, di media sosial pun saya memberikan (pesan) bahwa sudahilah (aksi rasialis) karena sepak bola kita menuju ke arah lebih baik. Suporter kenapa tidak lebih baik, dan akhirnya bisa berprestasi untuk tim nasional,” kata eks pemain Sriwijaya FC itu.
Sikap sportif dan fair play yang ditunjukkan BCS pendukung PSS Sleman tak hanya diakui di Indonesia saja. Akan tetapi, BCS dengan segala kreativitasnya mampu menarik animo media luar negeri untuk datang secara langsung merasakan atmosfer Stadion Maguwoharjo.
Sebagai pengingat, BCS sempat membuat koreografi empat dimensi saat berlaga di Piala Presiden 2017. Koreo tersebut kemudian diikuti oleh beberapa kelompok suporter lain seperti The Jakmania (Persija Jakarta), Bobotoh (Persib Bandung), Bonek (Persebaya Surabaya), Aremania (Arema FC), dan beberapa kelompok suporter lainnya.
Baca Juga : BCS dan Manajemen PSS Sleman Adakan Pertemuan, Boikot Dinyatakan Berakhir
Suporter jangan hanya menuntut sepak bola Indonesia bersih dari mafia yang saat ini sedang hangat diperbincangkan. Akan tetapi, suporter juga harus berpikir secara dewasa dan terbuka untuk menyudahi permusuhan yang terjadi antarsuporter. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan berhenti menyanyikan lagu atau chant berbau rasialis untuk menghina tim lawan dalam sebuah pertandingan.
Mungkin selanjutnya, jika ada Piala Presiden 2020, panitia juga harus berkomitmen untuk memperbaiki citra suporter di Indonesia menuju arah yang lebih baik. Caranya dengan menghentikan pertandingan apabila ada suporter yang merendahkan tim dan pendukung lawan. Langkah itu sebenarnya sempat dipakai oleh PSSI di Liga 1 2018 pasca-meninggalnya Haringga Sirla, salah satu anggota The Jakmania.
Ada beberapa pertandingan yang sempat dihentikan sejenak karena tingkah laku buruk dari salah satu suporter. Ini bisa menjadi catatan penting agar persepakbolaan Indonesia bisa dipandang baik oleh semua kalangan. Termasuk, untuk mengubah persepsi negatif terhadap suporter yang dikenal anarkis dan rasialis, menjadi lebih positif.
Kemenangan memang menjadi sebuah hal yang sangat dibanggakan dan didambakan dalam sebuah pertandingan. Akan tetapi kemenangan tidak ada artinya bila masih ada rasialisme ataupun hinaan kepada tim dan suporter lawan. Pesepak bola dimana pun akan sangat senang bila suporter bisa saling menunjukan respek ke tim dan pendukung lawan. Seperti apa yang sempat dikatakan oleh pemain Persija Jakarta, Bambang Pamungkas, dalam sebuah kesempatan.
Baca Juga : Daftar Top Scorer Piala Presiden 2019 - Duo Striker Lokal Arema FC Vs Bomber Persebaya
“Tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa,” kata Bambang Pamungkas.
Pagelaran Piala Presiden 2019 sudah berjalan sangat bagus. Sejak bergulir pada 2015, panitia selalu berkomitmen untuk memajukan roda ekonomi masyarakat Indonesia seperti yang diminta Presiden Joko Widodo. Untuk edisi selanjutnya, fokus tersebut bisa ditambah dengan bersama-sama memperbaiki sikap dan pola pikir suporter Indonesia agar bisa mewujudkan sepak bola nasional yang fair play dan anti-diskriminasi.