Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Insiden yang melibatkan suporter klub di Indonesia masih saja terus ada, seperti yang baru-baru ini terjadi di Makassar.
Oknum suporter di Makassar melempari bus yang mengangkut rombongan Persija Jakarta di sekitaran area Stadion Andi Mattalatta, Makassar, Sabtu (27/7/2019).
Saat itu, Persija baru saja menggelar latihan resmi sebagai persiapan untuk bertanding menghadapi PSM Makassar pada leg kedua final Piala Indonesia 2018 yang akan digelar Minggu (28/7/2019).
Hal lain dialami skuat Bali United yang harus diantar menggunakan kendaraan rantis (taktis) sepulangnya dari Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat (26/7/2019).
Pihak kepolisian secara mendadak menyediakan rantis sebagai tindakan preventif agar tak terjadi hal-hal tak diinginkan terhadap skuat Bali United yang mengalahkan Persib Bandung 2-0.
Berbagai pengamanan ketat pun diterapkan pada laga-laga besar seperti pertemuan Persija Jakarta Vs Persib Bandung atau Persebaya Vs Arema.
Baca Juga: Rangkuman Berita Final Piala Indonesia, PSM Vs Persija Ditunda, hingga Suporter Kena Panah
Pada laga-laga tersebut akan ada banyak personel keamanan berjaga-jaga di sekitaran stadion, seperti yang terjadi pada duel Persija Vs Persib, 10 Juli 2019.
Ada sekitar lebih dari 12 ribu personel keamanan yang terdiri atas TNI dan Polri tersebar di ring 1, 2, hingga 3.
Padahal dalam aturan FIFA, pihak keamanan, dalam hal ini Polisi dan TNI, dilarang berada di area dekat stadion karena sepak bola punya aturan sendiri soal keamanan.
Sementara di Indonesia, sudah lazim terlihat ada kendaraan rantis terparkir di sekitaran stadion pada laga-laga panas.
Pelatih Bali United, Stefano Cugurra alias Teco pun memberikan pandangannya.
Teco yang merupakan asal Brasil, tak pernah menghadapi situasi serupa di negara asalnya, ataupun di negara-negara lain tempatnya pernah berkarier.
Eks pelatih fisik Persebaya itu pernah berkarier di negara-negara seperti Amerika Serikat, Italia, Arab Saudi, Thailand, Malaysia, Singapura.
Berikut petikan wawancara eksklusif BolaSport.com dengan Stefano Cugurra.
Di Indonesia, tim diangkut dengan kendaraan taktis. Mengacu peraturan FIFA, tak boleh polisi ada di sekitar stadion. Bagaimana coach memandangnya, apakah di Brasil ada situasi serupa?
Di Brasil saya pikir tidak ada. Tapi di Argentina waktu final Copa Libertadores ketika dua tim dari Argentina (River Plate Vs Boca Juniors), bus dilempari.
Pertandingan kemudian digelar di negara lain (Madrid). Di Argentina fanatik juga.
Saya pikir ini kurang bagus. Seperti hari ini (Bali United pulang naik rantis usai hadapi Persib), banyak pemain baru di Liga Indonesia. "Kenapa, kenapa ini? Ada bom atau apa?". Lalu kami informasikan, ini supaya lebih aman.
Mungkin di jalan ada orang sudah mabuk atau apa, sudah marah terus mau lempar, ketika dalam bus, kamu bisa kena. Kalau di rantis kamu lebih aman.
Tapi, pasti feeling buat semua yang ada di dalam (rantis) kurang bagus. Saya musim lalu (saat di Persija) datang ke Bandung, saya dua jam dari hotel ke stadion di dalam ini (rantis), dua jam, lho.
Pemain saya di dalam rantis (memeragakan gestur membungkuk ketakutan). Saya tahu ini rivalitas terlalu tinggi. Lebih bagus kamu di dalam ini (rantis), kalau di bus bahaya.
Indonesia dari media atau manajemen harus banyak buat berita, buat mereka sudah fanatik, stadion sudah penuh, itu bagus sekali.
Negara lain mungkin Thailand, Vietnam, dulu penuh, sekarang enggak ada penonton lagi.
Kamu main di Vietnam tak ada orang (penonton). Di Thailand kamu lihat di televisi, dia fokus ke lapangan.
Kenapa? Enggak ada orang, tapi dulu penuh. Indonesia penuh sekarang, saya mau tidak terlalu fanatik. Tidak usah rivalitas terlalu tinggi.
Saya suka yang Persija main di SUGBK lawan Persib. Saya suka waktu sesi foto tim.
Saya pikir contoh ini sangat bagus. Mereka punya rivalitas, tapi bisa bersama. Kita fight di lapangan, semua mau menang. Tapi selesai pertandingan harus selesai, friend.
Harus terima kamu menang atau kalah atau seri. Saya harus terima sebagai pelatih, kamu harus terima sebagai penonton.
Hari ini kami menang lawan Persib, lawan sangat mau menang, tapi tak bisa cetak gol hari ini.
Ini sepak bola, ketika selesai semua harus terima. Dari media, manajemen harus dekat dengan ketua suporter buat ini lebih bagus ke depannya.
Sepak bola luar ada istilahnya bubble match. Polisi mengawal ketat suporter tim tamu untuk bisa datang ke markas klub rival. Di Indonesia bisa seperti ini coach?
Saya pikir bagus waktu polisi bisa jaga, biar tak ada masalah itu bagus. Saya juga 2003 datang ke Persebaya.
Kompetisi pertama saya di Indonesia adalah Piala Emas Bang Yos, saya di Persebaya melawan Persija.
Kami kalah penalti, tapi tribune ada oranye (The Jakmania) ada bonek juga. Penuh di sana. Saya datang ke Indonesia, stadion besar sekali dan penuh dan ada dua kelompok suporter.
Sebelumnya bonek juga tak bisa ke Lamongan (bonek pernah bertikai dengan LA Mania, suporter Persela Lamongan).
Tapi sekarang saya lihat bonek sudah bisa (datang ke Lamongan karena keduanya sudah berdamai). Ini mungkin contoh buat yang lain.
Seperti yang kamu bilang, polisi harus benar-benar siap buat situasi seperti ini, tapi lebih bagus dari kejadian sebelum waktu suporter tak boleh datang, lalu satu-dua orang datang sendiri.
Kamu sudah tahu yang meninggal, dipukul (berkaca dari kasus Haringga Sirla, The Jakmania yang meninggal di Bandung pada 2018). Saya pikir harus berubah.
Tapi, semua harus jalan dari PSSI. PSSI harus berpikir banyak untuk perbaiki situasi ini.