Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.com - Saya sudah menjadi suporter Timnas Indonesia dari tahun 1997. Saat itu umur saya masih 6 tahun, paman saya membawa saya ke Senayan untuk menonton pertandingan final SEA Games 1997 antara Timnas Indonesia dan Thailand.
PENULIS: DEFRIO NANDI WARDHANA
Saya masih ingat secara jelas pertama kali melihat isi dalam stadion kebanggaan Indonesia tersebut, saat itu ada patung Hanuman besar di tribun tengah.
Juga teringat dengan jelas dalam memori saya saat tendangan Uston Nawawi melambung tinggi pada saat adu penalti di pertandingan tersebut.
Timnas Indonesia harus puas mendapatkan medali perak hari itu. Saya, yang masih berumur 6 tahun, menangis histeris sepanjang perjalanan pulang.
Walau perkenalan saya dengan timnas berakhir dengan pahit, saya sudah terlanjur jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sejak hari itu, saya tidak pernah absen setiap ada pertandingan Timnas Indonesia di Senayan, asalkan sedang berada di Jakarta.
Baca Juga: VIDEO - Diwarnai Kericuhan Penonton, Timnas Indonesia Tumbang Kontra Malaysia
Kehadiran ini termasuk pertandingan-pertandingan "minor" seperti laga Timnas U-23 Indonesia melawan Maladewa pada 2007, yang ketika itu mungkin hanya ada sekitar 1000 penonton di Stadion GBK.
Dua dekade lebih saya menjadi suporter Timnas dan saya saksi hidup semua kegagalan yang selalu terjadi dalam usaha Merah Putih mencari kejayaan.
Namun, saya tidak pernah sekali pun merasa malu menjadi suporter Timnas.
Saya tetap selalu bangga memakai jersey tim nasional. Saya tetap sepenuh hati menyanyikan “Garuda Di Dadaku” secara lantang, saya tetap ikhlas mendukung Timnas Indonesia.
Akan tetapi, itu semua berubah pada Kamis (5/9/2019). Setelah 22 tahun, saya merasa malu menjadi supporter Timnas Indonesia.
Saya sebenarnya senang saat mendengar akhirnya kami memberikan jatah untuk supporter Timnas Malaysia untuk bisa hadir dan mendukung timnas mereka di stadion.
Baca Juga: UFC 242 - 5 Statistik Menarik Seputar Duel Khabib Nurmagomedov Vs Dustin Poirier
Dari dulu, setiap Timnas Indonesia main di Bukit Jalil, supporter kita selalu mendapatkan kuota jatah yang lumayan besar untuk bisa hadir di Stadion mereka.
Sedangkan setiap laga ini diselenggarakan di GBK, tidak pernah sekali pun kita memberi jatah untuk supporter Malaysia.
Ini cukup rasional karena memang kita harus mengakui bahwa selama ini cukup jelas bahwa situasinya masih belum kondusif untuk menerima supporter Malaysia.
Namun, saya kira itu sudah berubah sekarang.
Stigma mengerikan untuk menonton timnas langsung di GBK perlahan-lahan mulai hilang – situasi menonton timnas sekarang jauh lebih kondusif dan inklusif.
Hari ini stigma lama dan keburukan-keburukan yang dulu sering terjadi akhirnya terwujudkan kembali.
Di pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia tersebut, saya menonton dari tribun selatan stadion, persis di tribun sebelah kanan Ultras Malaya.
Sepenglihatan saya, para Ultras Malaya yang berada di dalam stadion sangat bersikap sopan dan sabar, mengingat dari awal pertandingan sudah beberapa kali ada lemparan botol plastik ke arah mereka.
Sampai dengan half-time, situasi masih lumayan kondusif. Pada saat jeda di antara babak itu lah saat situasi mulai memanas, dan itu berlanjut selama babak kedua pertandingan.
Lemparan botol semakin banyak, bahkan ada lemparan cerawat yang sedang terbakar dari tribun atas ke arah Ultras Malaya.
Bahkan, sempat terjadi penjebolan di mana banyak sekali “suporter” yang turun ke running track dan mencoba menyerang serta melempar pukulan ke para suporter Timnas Malaysia.
Pada saat itulah, wasit menghentikan pertandingan untuk sementara dan beberapa pemain Timnas Indonesia, termasuk kiper dan kapten Andritany Ardhyasa, harus ikut bantu menenangkan situasi.
Untungnya situasi masih dapat dikontrol oleh para aparat keamanan, sehingga tidak terjadi hal-hal yang lebih parah.
Sebenarnya, saya tidak yakin mereka-mereka ini datang untuk mendukung Timnas kita.
Baca Juga: Komentar Stefano Lilipaly Seusai Timnas Indonesia Ditaklukkan Malaysia
Sepanjang babak kedua, ada banyak sekali dari mereka yang sama sekali tidak memperhatikan jalannya pertandingan.
Mereka terus fokus untuk mencoba memulai keributan dan memancing amarah para Ultras Malaya.
Meski demikian, saya harus mengatakan betapa salutnya saya untuk Ultras Malaya di stadion.
Mereka dapat menahan diri dan tidak memperkeruh suasana dengan memprovokasi atau melawan balik, meskipun perlakuan yang mereka terima sangatlah tidak manusiawi.
Kepada semua “suporter” Timnas yang tadi ikut melempar botol, dan mencoba menyerang suporter Malaysia, tidak terpikirkah di benak kalian tentang nasib saudara-saudara kita yang tinggal di Malaysia?
Bagaimana nasib teman-teman kita yang berencana menonton Timnas kebanggaan kita di Bukit Jalil?
Tentunya, karena apa yang terjadi malam ini, akan sangat mungkin bahwa merekalah yang akan menerima balasannya.
Tidak terpikir kah dampak aksi ini ke para pemain Timnas kita?
Di pertandingan yang sangat menguras fokus seperti ini, pemain-pemain kita harus ikut berusaha mencoba menenangkan para supporter.
Hal-hal kecil seperti ini bisa sangat berdampak dengan hilangnya fokus para pemain dan staff Timnas Indonesia ke pertandingan tersebut.
Sepak bola adalah sebuah olahraga yang penuh dengan kehormatan, bukanlah sebuah sarana untuk membenarkan aksi-aksi bodoh, tanpa akal sehat, tanpa rasa kemanusiaan.
Menurut saya, panitia pertandingan juga patut melakukan evaluasi untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi.
Keamanan layaknya patut diketatkan, tidak ada pengecekan sama sekali yang terjadi saat saya masuk ke stadium.
Bahkan, tiket pun tidak dipindai. Tentunya ini sangat mengkhawatirkan mengingat laga merupakan partai yang memang sangat rawan gesekan.
Menurut saya, beberapa hal yang bisa dilakukan adalah mensterilkan tribun di bagian atas untuk suporter tim lawan.
Baca Juga: Suporter Indonesia Berulah, Pelatih Timnas U-23 Malaysia Menilai PSSI Tak Belajar
Juga, panpel harus bisa menambah jumlah polisi dan steward yang dapat memberikan perlindungan lebih aktif untuk para suporter dari negara-negara tamu.
Saya berharap para individu yang melakukan kericuhan tadi dapat diberikan konsekuensi yang serius agar timbul efek jera sehingga ini tidak lagi terjadi di masa depan.
Saya tahu saya bukan siapa-siapa, tapi apabila ada suporter Malaysia yang membaca artikel ini, saya mau mengucapkan minta maaf sebesar-besarnya atas apa yang terjadi hari ini.
Di tengah-tengah babak kedua tadi, saat situasi mulai memanas, saya sudah berpikir untuk walk-out dari stadion karena saya merasa sangat malu untuk menjadi bagian dari supporter Indonesia.
Namun, saya tidak melakukannya hanya karena saya masih ingin mendukung para pemain kita yang sedang berjuang di lapangan.
Jujur, pada saat Malaysia mencetak gol kemenangannya di menit ke-97 pertandingan, saya sedikit senang, hati saya langsung berkata “Yup, we deserved that – Karma itu nyata”.
Mungkin ada beberapa orang yang akan mengatakan bahwa saya pengkhianat atau bukan supporter asli untuk mempunyai pikiran tersebut.
Ya, silahkan saja kalau ada yang mau berpikir seperti itu.
Namun, kalau menurut saya: “suporter-suporter” Timnas Indonesia yang tadi melakukan kericuhan, memberikan gangguan kepada para pemain kita, dan juga mencoret nama baik negara ini dengan melakukan aksi-aksi tiada martabat tadi lah para pengkhianat sesungguhnya.
Sudah saatnya kita semua melakukan introspeksi dan refleksi diri tentang apa artinya untuk menjadi supporter suatu tim.
Sungguh memalukan.
*Penulis adalah seorang fans sepak bola Indonesia.