Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Tetes air mata dicucurkan Gabriel Batistuta setelah mengalahkan mantan timnya.
Laga emosional mesti dihadapi pemain, AS Roma, Gabriel Batistuta pada akhir bulan November 2000.
Striker asal Argentina itu ditakdirkan bertemu dengan mantan tim yang pernah ia bela, Fiorentina.
Di mata tifosi Fiorentina, Batistuta bukanlah pemain sembarangan, begitu juga sebaliknya.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini - Debut Nakata di Serie A, Cetak Brace ke Juventus
Batistuta meninggalkan kesan berarti bagi tifosi La Viola pada musim 1991-1992 yang merupakan musim pertamanya. Kala itu Batistuta muda sukses mencetak 13 gol di Serie A.
Pada musim berikutnya, Fiorentina terdegradasi ke Serie B, tetapi Batistuta masih setia berkostum ungu.
Fiorentina hanya semusim mengarungi Serie B dengan menjadi juara berkat polesan tangan dingin Claudio Ranieri dan juga ketajaman Batistuta yang menyarangkan 16 gol.
Musim terbaik Batistuta terjadi pada 1994-1995 kala ia menjadi topscorer Serie A dengan 26 gol.
Pencapaiannya itu kemudian dikenang pihak klub dengan mendirikan patung perunggu di depan markas Fiorentina, Stadion Artemio Franchi.
Batistuta baru bisa mempersembahkan gelar bagi Fiorentina pada tahun 1996 dengan memenangkan Coppa Italia dan Supercoppa Italiana.
Empat tahun setelah membawa Fiorentina juara, Batistuta diselimuti rasa penasaran untuk memenangkan scudetto.
Fiorentina ketika itu termasuk Il Sette Magnifico (tujuh klub ajaib Serie A), tetapi sulit mendobrak kekuatan lama seperti Juventus, AC Milan dan Inter Milan.
Keputusannya final, pada awal musim 2000-2001 Batistuta akhirnya memilih pindah ke sesama Il Sette Magnifico, AS Roma, yang mempunyai kekuatan finansial lebih baik.
Batistuta yang sudah berusia 30 tahun dibeli Roma dengan harga 36,2 juta euro selama tiga tahun.
Takdir bertemu 'kekasih lamanya', Fiorentina, menanti Batistuta.
Dan terjadilah! Pekan kedelapan Seri A pada 26 November 2000 menjadi hari bersua keduanya di Stadion Olimpico, Roma.
Roma yang mencicipi enam kali kemenangan di pekan sebelumnya bermain ngotot melawan Fiorentina asuhan pelatih asal Turki, Fatih Terim, yang bermain ekstra disiplin.
Namun tembok pertahanan Fiorentina akhirnya runtuh juga.
Kiper Francesco Toldo tak sanggup menahan derasnya sepakan jarak jauh Batistuta pada menit 83'. Skor menjadi 1-0 sampai peluit akhir pertandingan ditiupkan.
Tak ada selebrasi mencetak gol, yang ada hanya tangis, bahkan ia masih bersedih seusai laga kelar.
Memang, Fiorentina begitu spesial bagi Batistuta sampai-sampai ia mengaku belum bisa move on.
Meskipun begitu ia sadar akan posisinya dan harus tetap profesional karena Roma adalah prioritas utama.
"Saya bermain sepanjang pertandingan ini dengan dengan beban pikiran yang merasuk ke kepala saya. Saya minta maaf untuk Fiorentina," ucap pemain berjuluk Batigol, dikutip BolaSport.com dari BBC.
"Penting juga diketahui, karena saya ingin menang untuk Roma jadi saya berusaha keras mencoba tetapi saya tidak bisa melupakan masa lalu."
"Tentu saja saya tidak bisa bilang saya senang mencetak gol melawan bekas rekan setim saya, tetapi Roma butuh menang," jelasnya.
Mimpi Batistuta menjadi juara Liga Italia langsung terkabul di musim pertamanya di Roma.
Lewat perjalanan yang terjal, skuad Fabio Capello akhirnya bisa juara dengan raihan 75 poin dengan terpaut dua angka saja dari Juventus.
Selain menjadi juara, Batistuta juga menobatkan dirinya sebagai pencetak gol terbanyak di Roma sumbangan 20 gol.