Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Sudah lama Liga Italia tidak menggairahkan seperti sekarang, apalagi ditandai kebangkitan Lazio dari tidurnya sebagai kandidat juara.
Kemenangan Lazio atas Inter Milan, Minggu (16/2/2020), menerbangkan Si Elang Muda ke peringkat dua klasemen sementara.
Dari tim yang nyaris terpeleset ke luar 10 besar, Lazio kini cuma terpaut satu angka dari Juventus, sang pemuncak tabel, dan menggelincirkan Inter.
Berkaca kepada kondisi ini, menyudahi puasa gelar Liga Italia setelah haus 20 tahun bukan lagi angan-angan.
Berikut 4 alasan yang bikin kita tak usah kaget kalau Lazio akhirnya juara musim ini.
1. Tren performa juara
Lazio musim ini sedang merangkai tren performa terbaik di Liga Italia, bahkan salah satu terhebat di Eropa.
Biancoceleste melalui 19 partai terakhir tanpa terkalahkan di Serie A, dengan 15 laga di antaranya berujung kemenangan.
Streak fantastis yang bahkan tak bisa ditorehkan Juventus sekalipun musim ini.
Baca Juga: Lazio Kembali Runner-up Setelah 174 Hari, Inter Milan di Posisi Terendah
Baca Juga: Bukan Liverpool atau Real Madrid, Lazio Raja Gol Penalti di Eropa
Mereka juga sempat merangkai 11 kemenangan beruntun pada Oktober-Januari lalu.
Saat ini, posisi dan laju raihan poin Lazio menonjol dalam torehan sejarah mereka.
Kali terakhir Biancoceleste berada di peringkat setinggi ini setelah menjalani 24 pekan adalah di musim 1999-2000.
Ya, itulah musim ketika mereka menuntaskannya sebagai kampiun.
Namun, raihan Lazio musim ini jauh lebih baik dengan koleksi 56 poin, berbanding 49 angka milik tim 20 tahun silam dalam jumlah partai yang sama.
2. Pasangan maut lini depan + pertahanan terkokoh
Dua syarat penting sebagai calon juara sudah dimiliki Lazio dalam skuadnya.
Mereka punya komponen mengerikan bagi mekanisme serangan, juga elemen tersolid dalam bertahan.
Lazio memiliki kombinasi top scorer dan raja assist di Liga Italia musim ini.
Di bagian beranda lapangan, Ciro Immobile menjadi predator tersubur (26 gol), sedangkan Luis Alberto merupakan pelayan terbaik (11 assist).
Baca Juga: Hasil Liga Italia - Immobile Pimpin Comeback Lazio Kalahkan Inter Milan
Di sisi lain, pagar tembok kokoh Francesco Acerbi cs di halaman belakang menjadikan Lazio pemilik angka kebobolan terminim sejauh ini (21 gol).
Kombinasi itu membuat Gli Aquilotti mencatatkan selisih gol surplus 34, terbaik di klasemen.
3. Racikan pelatih cespleng, tim yang sudah matang
Meroketnya Lazio sebagai kandidat juara sebenarnya tak mengejutkan banget karena ini hasil proses berjenjang di bawah tempaan pelatih Simone Inzaghi.
Tim kuat Lazio sekarang ini tidak ujug-ujug cespleng.
Mereka adalah tim yang sudah terbentuk lama, dalam kuali yang sama, dan bahan baku yang tidak jauh berbeda.
Dari semua pelatih klub peserta Serie A musim ini, Inzaghi termasuk "senior" karena menjadi salah satu yang paling lama bertahan di satu klub.
Durasi 3 tahun dan 7 bulan tugas Inzaghi di Lazio cuma kalah dari Gian Piero Gasperini di Atalanta (3 tahun, 8 bulan).
Hal itu menjadikan seisi skuad sangat solid karena mereka sudah lama mengenal karakter satu sama lain.
Baca Juga: Hasil Lengkap dan Klasemen Liga Italia - Ronaldo Cuti, Juventus Balik ke Puncak
Di bursa transfer pun, Inzaghi dengan bantuan Direktur Igli Tare tinggal mencari bumbu pelengkap di tim yang filosofinya sudah terpatri ini.
Kesuksesan menjaga penggawa andalan seperti Sergej Milinkovic-Savic, Ciro Immobile, atau Luis Alberto, adalah langkah terbaik Lazio di bursa transfer.
Efeknya, sementara Inter dan Juventus harus beradaptasi dengan pelatih baru dan para pemain baru dalam filosofi yang berbeda, Lazio tidak dari nol karena sudah memiliki tim yang lebih matang.
Saat penerapan konsep dan gaya bermain sudah oke, tugas Inzaghi berikutnya tinggal menanamkan rasa lapar dan mentalitas pemburu trofi.
Di musim penuh pertamanya, 2016-2017, Inzaghi yang pada awalnya dikontrak permanen hanya gara-gara Marcelo Bielsa mundur, mengantar Lazio finis kelima di klasemen.
Mereka pun maju ke final Coppa Italia untuk dikalahkan Juventus.
Musim berikutnya, 2017-2018, gelar pertama hadir dengan mengalahkan Juve di Piala Super Italia dan kembali finis di peringkat kelima klasemen Serie A.
Setelah langkah mereka ke Liga Champions digagalkan Inter, musim berikutnya Lazio cuma menempati peringkat 8 klasemen akhir 2018-2019.
Namun, mereka membayarnya dengan trofi Coppa Italia setelah mengandaskan Atalanta di final.
Musim ini, gelar kembali hadir dengan kesuksesan memukul Juventus lagi di Piala Super Italia 2019.
Serie A Table:
1⃣ Juventus -- 57 points
2⃣ Lazio -- 56 points
3⃣ Inter -- 54 pointsThe Serie A title race is ???????????????????? pic.twitter.com/5TaeuBlmE8
— WhoScored.com (@WhoScored) February 16, 2020
Dengan bekal tiga gelar dalam waktu singkat, mental pemenang di skuad Lazio secara bertahap terbentuk dan kini tidak salahnya mengalihkan radar ke target lebih tinggi: scudetto!
Mereka bahkan tidak menutupi bahwa sebenarnya klub menargetkan juara sebagai rencana yang berjangka.
"Bohong jika kami tak pernah memikirkan itu. Setiap tahun, kami memasukkan klausul bonus scudetto ke dalam kontrak pemain baru yang datang ke klub ini," ujar Igli Tare.
4. Fokus tim rival
Ini juga salah satu modal vital Lazio dalam jalur perburuan scudetto bersama Inter Milan dan Juventus.
Gugurnya Biancoceleste di Liga Europa dan Coppa Italia musim ini bisa jadi semacam blessing in disguise. Berkah terselubung.
Saat Juventus dan Inter masih membagi fokus antara persaingan sengit di Serie A dan kompetisi Eropa, awak Lazio cuma punya satu target di depan hidung mereka: scudetto.
Karena hanya tinggal fokus di liga, Inzaghi bisa lebih leluasa menyesuaikan ketersediaan skuad dengan kalender sisa yang bakal dihadapi.
"Ini adalah pertumbuhan yang konstan selama 4 tahun terakhir, sehingga terbentuk koneksi yang luar biasa di antara kami," ujar Inzaghi.
Baca Juga: VIDEO - Gol Perdana Ashley Young, Setarakan Diri dengan David Beckham
"Musim lalu, orang bilang 'oh, Lazio finis kedelapan di liga', tapi kami memenangi Coppa Italia dan memfokuskan diri untuk target itu selama bulan-bulan terakhir. Kami kini tidak merasakan beban, justru semakin percaya diri," lanjut eks penyerang subur Piacenza dan Lazio itu kepada Sky.
Mimpi scudetto tidak perlu ditutup-tutupi lagi. Aroma gelar tak bisa dibantah sudah mulai merebak di Olimpico.
Seperti kata Milinkovic-Savic, "target awal kami adalah empat besar, tapi kalau bisa juara, kenapa tidak?"