Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Pemain Persib Bandung, Kim Jeffrey Kurniawan berbagi kisahnya saat masih meniti karier di sepak bola Jerman.
Jika melihat Kim Jeffrey Kurniawan saat ini tentu banyak orang yang ingin menjadi seperti dirinya.
Bagaimana tidak, Kim sanggup menembus skuad utama tim sebesar Persib Bandung.
Tetapi dibalik semua itu, untuk mencapai posisinya sekarang Kim harus rela merasakan pahit manisnya dunia sepak bola dari usia dini.
Mulai dari hinaan, cemoohan semua dilalui oleh pemain yang berposisi sebagai gelandang tersebut dengan kepala tegak.
Baca Juga: Elkan Baggott Hanya Perkuat Timnas U-19 Indonesia di Jeda Internasional
Semangat juang untuk bertahan Kim didasari karena rasa cintanya terhadap sepak bola.
Dilansir BolaSport.com dari Tribun Jabar, selain itu Kim juga mengaku bahwa mentalnya sudah terbentuk sejak kecil.
Sehingga ketika datang ke Indonesia ia sudah tak kaget lagi dengan semua cacian yang datang.
"Ya, karena saya cinta sepak bola, saya sudah cukup lama di sepak bola," kata Kim.
"Ini naik turunnya bukan baru di Indonesia," ujarnya.
Baca Juga: Timnas U-19 Indonesia Bungkam NK Dugopolje, Iwan Fals: Keren
Sementara itu, Kim pun membagi kisahnya ketika masih menjadi pesepak bola di Jerman.
Pemain kelahiran 1990 ini berujar karir sepak bolanya di Jerman tak berjalan lancar.
Beberapa kali Kim harus merasakan rasanya tidak disukai pelatih.
Lebih lanjut Kim juga menyadari bahwa di Jerman untuk menarik perhatian pelatih, bakat saja tidak cukup.
Tingkah laku lah yang jadi utama.
Baca Juga: Persib Terancam Jadi Persegres Jilid II, Ini Kata Gelandang Maung Bandung
Oleh karena itu banyak pemain muda di Jerman yang harus dibuang klubnya karena memiliki perilaku buruk.
Meskipun masih anak-anak, sepak bola Jerman tak memberikan toleransi sedikitpun.
Bila salah maka tetap salah. Dari situlah mental Kim mulai terbentuk.
"Saya main bola dari (usia) 4 tahun, ya enggak lancar terus, ada juga pelatih yang enggak suka mainin saya, jadi mentalnya sudah terbentuk dari dulu," ucap Kim.
"Di Jerman berbeda, banyak yang berbakat tapi berbakat saja tidak cukup.
"Misalnya attitude-nya kurang ya di buang, dengan begitu usia 6 dan 8 kita harus menerima, gimana caranya harus mikir buat main," tuturnya.