Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
"Satu hal yang membuat saya yakin untuk berangkat ke sana (Peru) adalah sistem di Indonesia saat itu, hanya pemain-pemain di timnas saja yang bisa berkompetisi di kancah internasional. Sementara itu, pemain-pemain klub belum bisa, hanya berkompetisi lokal saja," tutur dia.
"Kemudian, hal itu berhubungan dengan impian saya. Mimpi saya sebagai seorang pelatih bisa menjadi bagian di event-event besar seperti Sudirman Cup, Thomas Cup, World Champion, sampai Olimpiade ini ya (Tokyo 2020)."
"Namun, kalau saya di sini (Indonesia), nanti kiprahnya hanya lokal. Jadi, saya harus keluar."
"Meski ke depan bukan event besar, tetapi paling tidak international series. Hal itu akan menambah pengalaman dan wawasan saya (sebagai pelatih)," kata Qadafi.
Baca Juga: Beruntung Tinggal di Singapura, Eko Roni Saputra Perlu Maksimalkan Kesempatan di ONE Championship
Berbekal mimpi menjadi pelatih di ajang Olimpiade itulah, Qadafi akhirnya meninggalkan zona nyamannya di PB Djarum dan berangkat ke Peru pada kuartal pertama tahun 2005.
"Kalau nggak salah, Maret atau April 2005," ucap dia.
Hanya, jauh sebelum mengantar Kevin Cordon menjadi semifinalis Olimpiade Tokyo 2020, Muammar Qadafi merasakan banyak lika-liku selama berkarier sebagai pelatih di Peru.
Mulai dari perbedaan kultur, sistem, sampai fasilitas dalam olahraga bulu tangkis.
Baca Juga: Selaku Sesama Muslim, Khamzat Chimaev Bantah Benci Khabib Nurmagomedov