Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

The Mother of All Games: Mengenang Kali Terakhir Amerika Serikat Bertemu Iran di Piala Dunia

By Sasongko - Sabtu, 2 April 2022 | 17:30 WIB
Penyerang Iran, Ali Daei tampak berduel dengan gelandang Amerika Serikat, Cobi Jones di Stadion Stade Gerland, Prancis, dalam laga fase grup Piala Dunia 1998, 24 Juni 1998. (GERARD MALIE/AFP)

BOLASPORT.COM - Piala Dunia 2022 akan jadi pertemuan kedua bagi Amerika Serikat dan Iran di event empat tahunan itu. Tulisan ini akan mengenang panasnya pertemuan pertama dua negara di ajang Piala Dunia.

Timnas Amerika Serikat dan Iran resmi berada di satu grup, usai pengundian Piala Dunia 2022 di Doha Exhibition and Convention Center, Qatar, pada Jumat (1/4/2022) malam WIB.

Keduanya bakal bergabung dengan timnas Inggris dan pemenang playoff Eropa antara timnas Wales, Skotlandia, atau Ukraina di Grup B.

Seperti yang diketahui banyak pihak, timnas Iran dan timnas Amerika Serikat merupakan rival besar dalam kancah geopolitik, terutama di Timur Tengah.

Sejak tumbangnya Monarki Iran pro-AS yang dipimpin Shah Reza Pahlevi pada tahun 1979, semangat anti-Amerika pun membuncah.

Momentum penyerbuan Kedutaan Besar AS di Teheran tak lama setelah revolusi meletus menandai dimulainya rivalitas kedua negara.

Perseteruan mereka tersebar di seluruh Timur Tengah, mulai dari Suriah, Irak, Yaman, hingga Lebanon.

Perseteruan ini belum mencakup sanksi ekonomi yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya atas Iran, termasuk di dunia sepakbola.

Contohnya saat Adidas mencabut kerjasama dengan timnas Iran pasca-Piala Dunia 2018.

Begitu pula dengan Nike yang tidak bisa memberi sponsor untuk Iran karena ancaman sanksi dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Pertemuan tahun ini kembali berpotensi panas karena publik Iran masih mengingat sepenuhnya pembunuhan Kepala Pasukan Garda Revolusi, Mayor Jenderal Qasem Suleimani pada tahun 2020 lalu oleh drone Amerika Serikat di Baghdad, Irak.

Baca Juga: Bursa Transfer RANS Cilegon FC - Ronaldinho Diikat Seminggu, Rahmat Darmawan Melatih Lagi, Banur Aman

Pertemuan penuh nuansa rumit antara Amerika dan Iran terjadi pada 21 Juni 1998 pada pertandingan terakhir Grup F Piala Dunia 1998 di Stade de Gerland, Lyon, Prancis.

Pertandingan tersebut dikenang sebagai "pertandingan terpolitis sepanjang sejarah sepakbola" menurut FourFourTwo.

Genderang perang kedua tim tersebut sudah dimulai sejak hasil undian grup Piala Dunia 1998 keluar.

Dilansir dari FourFourTwo, usai pengundian dilakukan Presiden Asosiasi Sepakbola Amerika Serikat menyebut laga ini sebagai "The mother of all games" atau "ibu dari semua pertandingan".

Tak mau ketinggalan, Pemerintah Iran lewat Pemimpin Agung Imam Khamenei memerintahkan timnas Iran untuk tidak berjalan menuju tim Amerika Serikat.

Padahal dalam regulasi FIFA, timnas Iran yang berstatus sebagai tim B harus berjalan menuju tim A saat kedua tim berjabat tangan sebelum laga.

Baca Juga: Burnley Vs Manchester City - Kans Riyad Mahrez Ancam Posisi Cristiano Ronaldo

Sementara itu, dikutip dari The Guardian, suasana kamp kedua tim pun berbanding 180 derajat.

Striker Iran, Khodadad Azizi mengungkapkan bahwa mereka ingin menang untuk para penduduk Iran yang jadi martir perang lawan Irak.

“Banyak keluarga martir mengharapkan kita untuk menang,” ujar Azizi, dikutip BolaSport,com dari The Guardian.

Sebagai informasi, sesaat setelah Revolusi 1979 sukses, Iran langsung diinvasi Irak yang dipimpin Saddam Husein yang saat itu pro-Amerika Serikat pada 1980-1988.

Di kamp Amerika Serikat, suasananya jauh berbeda di mana saat itu pelatih Steve Sampson diperintahkan oleh FIFA dan Asosiasi Sepak Bola AS untuk tidak mempolitisasi pertandingan bersejarah itu.

Polisi Prancis pun juga sudah bersiap untuk mengantisipasi semua kemungkinan, termasuk pitch invasion dari suporter masing-masing tim.

Baca Juga: Hadiri Kongres FIFA di Qatar, PSSI Jajaki Kerja Sama dengan Federasi Prancis dan Australia

FIFA Media Officer waktu itu, Mehrdad Masoudi memerintahkan pemegang hak siar untuk tidak merekam spanduk atau kaos bernada politis.

Pada hari pertandingan, timnas Iran membawa bunga mawar yang diserahkan pada tim lawan sebagai simbol perdamaian dan berfoto bersama-sama.

Namun kedua pelatih merasa berbeda pada momen itu, pelatih Iran, Jalal Talebi bakal mengingat itu seumur hidupnya.

“Saya akan mengingat foto itu selama sisa hidup saya,” kata Talebi dikutip BolaSport.com dari The Guardian.

Iran berhasil menang 2-1 atas Amerika Serikat pada pertandingan tersebut melalui gol dari Hamid Estili dan Mehdi Mahdavikia hanya bisa dibalas satu gol oleh Brian McBride.

Kemenangan itu jadi kemenangan perdana Iran di ajang Piala Dunia, meski keduanya tidak lolos dari Grup F di Piala Dunia 1998.

Baca Juga: Belanda Jadi Favorit Lolos dari Babak Grup, Louis van Gaal Justru Buta Kekuatan Lawan

Menurut Masoudi, penduduk Iran berpesta usai kemenangan tersebut, warga mengambil alih jalanan Teheran untuk menyambut kemenangan perdana atas rival besarnya di dunia politik.

Sementara itu, pemain bertahan AS, Jeff Agoos waktu itu mengatakan bahwa timnya  telah melakukannya lebih baik selama 90 menit, daripada yang politisi lakukan selama 20 tahun.

Delapan belas bulan kemudian, pertandingan persahabatan digelar kembali di Pasadena, California sebagai simbol perdamaian denganlaga berakhir imbang 1-1.

"Dalam banyak hal, pertandingan ini jauh lebih penting karena merupakan pertandingan persahabatan dan membutuhkan kerja sama kedua belah pihak," ujar Mehrdad Masoudi.

"Tapi itu hanya bisa terjadi jika pertandingan di Prancis 98 sukses," pungkasnya dikutip dari FourFourTwo.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P