Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Pendamping Apriyani/Fadia untuk Olimpiade Paris, Percaya Diri, dan Kendala Ganda Putri Indonesia

By Delia Mustikasari - Minggu, 12 Maret 2023 | 06:00 WIB
Pasangan ganda putri Indonesi, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, pada partai ketiga melawan Thailand Kejuaraan Beregu Campuran Asia 2023 di Dubai Exhibition Centre, Kamis (16/2/2023). (PP PBSI)

Pelatih yang akrab disapa dengan Didi itu mengakui bahwa dia ingin pelapis Apriyani/Fadia bisa muncul secepat mungkin.

"Saya dan tim pelatih melihat anak-anak ini sudah bisa bersaing di level elite. Cuma kembali lagi saat bertanding seperti orang yang tidak percaya diri. Bisa tidak ya saya mengalahkan mereka, kok ini kuat ya, kok ini cepat ya. Jadi mereka memandangnya dengan positif," tutur Eng Hian.

"Jika dilihat dari kemampuan latihan, seharusnya mereka sudah bisa bersaing dengan pemain top minimal 20 besar. Seperti Ribka/Lanny. Rachel/Trias, Ana/Tiwi. Saya selalu optimis dengan apa yang pemain saya lakukan. Saya juga yakin mereka disini tidak sebatas melakukan kewajiban."

"Mereka sudah menyadari kalau ini profesi mereka. Jadi saya selalu optimis kalau mereka  selalu all out. Ada anak yang progress-nya cepat, memang butuh waktu lebih lama. Kami harapkan saat Olympic race, mereka sudah bisa menempel Apri/Fadia," aku Eng Hian.

Dengan begitu, peraih medali perunggu Olimpiade Athena 2004 bersama Flandy Limpele itu berharap ada persaingan ketat bagi sektor ganda putri di pelatnas.

"Lawan dari luar juga melihat melawan ganda putri Indonesia itu tidak mudah. Namun, kapasitas pemain ganda putri, kapasitas kemampuan skill individunya itu tidak merata. Kalau kita bicara kebutuhan di level atas, itu kebutuhannya apa saja sih."

"Pemain kita itu tidak merata kemampuannya. Karena itu, saya sering dibilang gonta-ganti pasangan. Saya sebagai pelatih di pelatnas harus mencari pasangan-pasangan yang cocok dan bagus yang bisa bersaing di level atas," ujar Eng Hian.

"Saya ingin mendapatkan suplai pemain dari bawah atau klub pola pelatihannya seusai dengan kebutuhan dengan ganda putri di level dunia."

Namun, menurut Eng Hian, pola permainan yang ada di level nasional, seperti sirnas (sirkuit nasional) itu berbeda jauh dengan kebutuhan di tingkat elite.

"Ada faktor kondisi lapangan. Di level nasional, selalu shuttlecock-nya kencang karena lapangan berangin, sedangkan di level elite, tidak ada yang bermain 4-5 pukulan selesai (menghasilkan poin). Saat masuk pelatnas, saya harus mengubah. Itu butuh waktu," tutur pria berusia 45 tahun itu.