Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
"Mustahil untuk menyalip dalam balapan. Begitu saya berakselerasi, rival mengungguli sejauh 0,2 detik," kata Marini dilansir BolaSport.com dari Speedweek.
Marini dan Nakagami pada akhirnya finis 25 detik di belakang pemenang lomba yaitu Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo).
Selisih waktu ini jauh lebih kecil daripada balapan sebelumnya di Belanda ketika pembalap Honda terdepan yaitu Johann Zarco (LCR Honda) tertinggal sejauh 42 detik.
"Aero tidak sepenting di Assen, misalnya. Jika Anda mengendarai motornya di belakang pembalap Aprilia atau KTM, Anda bisa merasakan perbedaannya," ujar Marini.
"Mereka menghasilkan lebih banyak downforce dan bisa berakselerasi lebih baik," kata runner-up Moto2 2020 itu menambahkan.
Ketertinggalan dalam downforce tidak terlepas dari lambatnya respons Honda terhadap perang aerodinamika yang diinisiasi pabrikan-pabrikan Eropa.
Dengan aerodinamika, pembalap bisa mendapatkan grip lebih besar, ini berguna saat akselerasi karena mencegah wheelie juga saat menikung.
Baca Juga: Murid Rossi Sudah Lalui, Bos Pramac Khawatir Jorge Martin Cuma Terlihat Gahar dari Luar Saja
Di GP Jerman, kecepatan rata-rata dalam balapan sekitar 15 km/jam lebih rendah daripada saat GP Belanda.
Marini merasa bahwa Honda masih lemah di tikungan karena ketertinggalan dalam aerodimanika dan grip ban belakang.