Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Partisipasi atlet laki-laki di kompetisi putri telah menjadi kontroversi, lebih-lebih setelah upaya penegakan hak bagi atlet transgender untuk bertanding.
Di satu sisi atlet transgender ingin bertanding sesuai gender di mana mereka mengidentifikasi diri mereka sendiri.
Sementara menurut penelitian ilmiah, atlet laki-laki memilki keunggulan dalam hal fisik, terutama setelah mengalami pubertas, meski telah menjalani operasi kelamin.
Ketidakadilan dalam segi fisik ini pula yang menyebabkan penolakan partisipasi atlet transpuan dari atlet-atlet putri 'tulen'.
Melarang partisipiasi atlet yang terlahir laki-laki menjadi bentuk pelindungan terhadap atlet-atlet putri untuk berlomba secara adil.
Sejumlah federasi kemudian mencari jalan tengah seperti syarat terapi hormon untuk menekan level testosteron hingga menyediakan kategori khusus.
Meski begitu, cara-cara demikian tetap mendapatkan tentangan dari kubu pro-partisipasi atlet transgender karena dianggap sebagai bentuk diskriminasi.
Sementara bagi atlet yang dituding laki-laki seperti Khelif, larangan bertanding merupakan bagian dari konspirasi.
Khelif tadinya tidak mendapatkan masalah. Di Olimpiade Tokyo 2020, dia dapat mewakili Aljazair di nomor 60kg putri tetapi gagal mendulang medali karena terhenti di perempat final.
"Beberapa pihak tidak ingin Aljazair memenangi medali emas," katanya setelah huru-hara di Kejuaraan Tinju Dunia Putri IBA 2023.
"Ini adalah sebuah konspirasi dan sebuah konspirasi yang besar, dan kami tidak akan berdiam diri karena hal ini," imbuhnya.