Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Keberhasilan atlet panjat tebing Indonesia, Veddriq Leonardo, meraih medali emas Olimpiade Paris 2024 menyimpan banyak kisah perjuangan yang pantas jadi inspirasi para juniornya.
Veddriq Leonardo berhasil merengkuh medali emas panjat tebing nomor speed putra pada Olimpiade Paris 2024 di Le Bourget, Saint-Denis, Prancis, Kamis (8/8/2024).
Kemenangannya begitu dramatis tatkala tampil di final melawan pemanjat ranking dua dunia asal China, Wu Peng.
Laju kecepatan memanjat dia hampir sama cepatnya dengan Wu di tebing setinggi 15 meter.
Bahkan hingga mendekati pad sensor waktu, keduanya juga nyaris menekan bersamaan sebelum papan waktu menunjukkan catatan waktu Veddriq 4,75 detik.
Veddriq cuma unggul 0,02 detik dari Wu yang membukukan 4,77 detik.
Baca Juga: Angkat Besi Olimpiade Paris 2024 - Kans Nurul Akmal Gapai Medali, Mesti Dobrak 5 Lifter Juara
Lengah sepersekian detik saja, mungkin kisah Veddriq di Negeri Menara Eiffel itu akan berbeda meski tetap membanggakan.
Kemenangan heroik Veddriq pun menjadi buah bibir masyarakat Indonesia dalam sekejap.
Maklum, itu adalah medali emas pertama yang telah ditunggu-tunggu skuad Merah Putih pada Olimpiade Paris 2024 kali ini.
Veddriq sekaligus menandai sejarah baru bahwa emas sbobet Olimpiade bisa direngkuh Indonesia dari cabang olahraga selain bulu tangkis yang biasanya jadi andalan.
Di balik kesuksesan Veddriq ini, tersimpan banyak cerita yang mungkin turut membuat kita semua ikut terbelalak.
Faktanya, pemenang enam medali emas seri Piala Dunia Panjat Tebing tersebut hampir berhenti alias pensiun dini sekitar 9 tahun lalu.
Penyebabnya, Veddriq merasa latihan dia selama 3 tahun seakan sia-sia akibat tak kunjung bisa ikut perlombaan.
Atlet yang sudah menggeluti panjat tebing sejak kelas 10 SMA berada di persimpangan karier, fokus kuliah saja atau menggeluti panjat tebing secara profesional.
Perasaan putus asa dialami Veddriq ketika batal berangkat ke Kejuaraan Nasional Junior Panjat Tebing 2015 di Yogyakarta.
"Waktu itu rasanya kurang dukungan. Latihan-latihan terus tetapi tidak pernah lomba," kata Veddriq mengenang, dikutip BolaSport.com dari Kompas.id.
"Saya mulai mikir, apa saya fokus kuliah saja. Tidak usah manjat lagi," tandas Veddriq yang akhirnya tetap kukuh setelah diyakinkan teman-temannya.
"Kalau waktu itu berhenti (panjat tebing), mungkin saya sekarang sudah jadi kepala sekolah, he he he," tambahnya dengan nada bercanda.
Selama berlatih panjat tebing, atlet 27 tahun asal Pontianak itu tetap meneruskan pendidikannya di Universitas Tanjungpura dengan mengambil jurusan Pendidikan Sekolah Dasar.
Jauh sebelum memberanikan diri berlatih panjat tebing melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, perjuangan Veddriq lebih tak disangka.
Dahulu belum ada yang bisa membayangkan bahwa panjat tebing bisa dipertandingkan secara resmi di Olimpiade.
Belum lagi sarana dan prasarana untuk latihan kekuatan tangan dan kaki dengan rangkaian footholds dan handholds juga masih sulit didapatkan.
Veddriq bahkan pernah berlatih dengan kayu sisa yang dia gergaji sendiri.
Kayu tersebut merupakan sisa dari kayu-kayu milik sang ayah, Sumaryanto, yang bekerja sebagai tukang kayu.
"Kakak saya menggergaji dan membuat sendiri bahan-bahannya (untuk latihan, red)," ucap Violita Equada, adik Veddriq.
Tak heran jika tekad Veddriq, yang memang suka memanjat sejak kecil, juga sempat ditentang sang ibunda, Rosita.
Bukan tanpa sebab Rosita melarang Veddriq menggeluti panjat-memanjat. Dia awalnya berharap Veddriq fokus kuliah, lalu menjadi guru atau pegawai bank.
Latihan pun harus dijalani Veddriq secara diam-diam di sekitar rumah.
Namun, Rosita menyebut ada kalimat Veddriq yang akhirnya meluluhkan hatinya dan mengizinkan satu-satunya anak laki-laki dari lima bersaudara itu menggeluti panjat tebing dengan serius.
"Abang yakin bakal mengharumkan nama bangsa," kata Rosita menirukan ucapan Veddriq.
"Ini juga bisa jadi masa depan kita. Mama doakan abang saja, semoga berhasil. Nanti abang baguskan rumah kita."
Sekarang, janji Veddriq benar-benar dia penuhi.
Tekad kuatnya berhasil mengalahkan semua keterbatasan dan kebimbangan di masa lalu hingga berbuah manis dengan emas Olimpiade Paris.
"Saya tidak bisa mengungkapkan perasaan ini," kata Rosita yang menyaksikan anaknya berjuang dari televisi.
"Dari siang sambil masak, saya berdoa dan menangis, agar anak saya bisa mengharumkan (bangsa) dan meraih emas bagi Indonesia," kata Rosita.