Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Juara dunia MotoGP yang baru dinobatkan, Jorge Martin, mengungkap musim perebutan gelarnya dan kunci yang memungkinkannya mengalahkan salah satu pembalap terbaik sepanjang sejarah dalam diri Francesco Bagnaia.
Dalam banyak kasus, ketika seorang pembalap MotoGP mampu memenangkan kejuaraan untuk pertama kalinya, hidupnya lebih banyak berubah di luar daripada apa yang ia rasakan atau apa yang terlintas dalam benaknya.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Martin jika kita memperhitungkan apa yang dikatakan pembalap Spanyol itu dalam wawancaranya dengan Motorsport.com, yang diadakan di Madrid minggu lalu.
Selama musim ini, 'Martinator' harus bersaing dengan berbagai hal yakni melaea Francesco Bagnaia untuk memperebutkan gelar dan melawan Marc Marquez untuk memperebutkan tempat di tim resmi merek Italia tersebut hingga akhirnya memilih yang terakhir.
Dia juga melawan DNA-nya, dengan merencanakan musim yang lebih didasarkan pada konsistensi daripada kecepatan murni.
Pembalap 26 tahun itu lalu menjelaskan hal yang menjadi kejutan baginya selama mengarungi persaingan pada MotoGP 2024.
"Saya telah belajar untuk lebih percaya kepada diri saya sendiri. Saya selalu menjadi orang yang memiliki banyak keraguan. Saya sangat negatif saat masih kecil," aku Martin.
"Saya berkompetisi di Red Bull Rookies Cup dan saya pikir saya bahwa saya tidak akan mampu mencapai kejuaraan dunia."
"Sedikit demi sedikit saya telah membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa saya mampu mencapai tujuan tersebut. Tahun ini saya benar-benar percaya kepada diri saya sendiri sebelum memenangkan gelar."
"Sebelumnya saya harus meraih sesuatu untuk meyakinkan diri sendiri bahwa saya mampu, sekarang saya telah percaya bahwa saya mampu sebelum saya meraihnya. Itu adalah sesuatu yang akan saya bawa bersama saya di masa depan."
Martin mengakui bahwa dia jauh lebih tenang meski menghadapi situasi buruk sepanjang MotoGP 2024.
"Semua ini membantu saya, tidak hanya diri saya sendiri tetapi juga tim saya karena saya dapat mengekspresikan diri saya dengan lebih jelas tentang apa yang saya butuhkan dari motor," ujar Martin.
Saat musim lalu gagal menjadi juara dunia MotoGP, Martin melihatnya sebagai hal yang positif.
"Ketika Anda masih muda, Anda selalu mencari alasan, tetapi itu tidak membantu. Ada saatnya saya mulai mengidentifikasi kesalahan saya, dan sejak saat itu saya fokus untuk mencoba memperbaikinya," tutur Martin.
"Tahun ini, misalnya, sangat jelas bagi saya di Jerman, di mana saya jatuh karena kesalahan saya sendiri. Saya bisa berkata selamat tinggal, saya mengacau. Yang penting, adalah saya mampu mengubahnya menjadi pelajaran yang membantu saya untuk sisa musim ini."
Terkait bantuan psikolog, Martin mengatakan bahwa itu menjadi kekuatan karena menunjukkan keinginan untuk berkembang.
"Tidak ada yang sempurna, kita semua memiliki beberapa kelemahan yang dapat kita perkuat. Seorang psikolog tidak akan menyakiti Anda. Yang mereka lakukan hanyalah menyediakan alat yang dapat Anda pilih cara penggunaannya, jika Anda ingin menggunakannya," kata Martin.
Martin juga mengakui bahwa ada beberapa balapan di mana dia lebih suka mengalahkan Francesco Bagnaia.
"Sebelumnya, saya akan mengejarnya dan saya mungkin akan berakhir dengan kecelakaan," ujar Martin.
"Untuk menghindarinya, saya harus belajar untuk puas dengan posisi kedua. Dengan 20 poin tersebut, daripada mempertaruhkan segalanya dan mengambil risiko terlalu banyak untuk kalah saat mengejar 25 poin."
"Pendekatan itulah yang membawa saya ke rekor poin sepanjang masa dan gelar juara meskipun saingan saya memenangkan 11 balapan. Saya sangat bangga bisa mengalahkan Pecco terbaik yang pernah ada."
Perbedaannya terjadi pada balapan Sabtu dengan konsistensi Martin saat sprint race yang terbukti krusial.
"Saya mungkin tahu bagaimana memberi perhatian yang sama pada balapan Sabtu seperti pada balapan utama Minggu. Banyak pembalap yang harus membayar untuk hari Sabtu yang buruk di akhir tahun, sementara saya menghitungnya," kata Martin.
"Secara total, saya mendapat empat angka nol dari kemungkinan 40. Anda selalu dapat meningkatkannya, tetapi Pecco mendapat delapan atau sembilan. Itulah yang menentukan."
Keberhasilannya menjadi juara dunia tidak membuat Martin merasa setara dengan Pecco dan Marc Marquez.
"Saya masih sangat muda. Saya berusia 26 tahun dan saya berharap ini baru permulaan. Masih banyak hal yang ingin dicapai ke depan," aku Martin.
"Hal yang benar-benar saya inginkan adalah dikenang karena sesuatu yang jauh lebih hebat daripada gelar MotoGP, yang merupakan beban berat yang terangkat dari pundak saya."
"Pecco adalah salah satu pembalap terbaik dalam sejarah dan bukan hanya karena statistiknya. Dia telah mengalahkan (Casey) Stoner yang dianggap sebagai salah satu dari lima pembalap teratas sepanjang masa."
Baca Juga: Jadikan Marc Marquez Paling Bagus, Jorge Martin Selevel dengan Francesco Bagnaia di Mata Legenda
"Dan saya telah mengalahkannya, dan dengan motor yang sama. Saya tidak tahu di mana posisi saya berada."
"Saya memiliki rata-rata satu podium setiap tiga balapan, menghitung tahun-tahun bersama Mahindra dan di Moto2. Kita lihat apa yang terjadi pada 2025 ketika saya akan balapan dengan merek yang berbeda."
Martin pada 2025 akan memperkuat Aprilia dan satu tim dengan Marco Bezzecchi yang pada 2023-2024 bergabung dengan tim milik Valentino Rossi.