Revolusi atau Adaptasi
Maksud Zola dengan pernyataan tersebut boleh saja baik. Italia tampaknya membutuhkan revolusi demi kembali menjadi salah satu tim paling ditakuti di dunia.
Malah, sebelum Jerman, Italia pernah mengalami hal memalukan, yakni tidak bisa mentas ke Euro 1992. Namun, dua tahun kemudian, mereka menjadi runner-up PD 1994.
(Baca Juga: Fan Bali United Minta Edy Rahmayadi Turun Tangan Langsung Selesaikan Ruwetnya Liga 1)
Artinya, seperti pendapat Zola, Italia tak perlu merasa berada dalam sebuah tragedi apabila pada akhirnya disingkirkan oleh Swedia pada pertengahan November ini.
Meski begitu, ada pertaruhan ego di sini. Bagaimanapun, Italia merupakan salah satu negeri kiblat sepak bola. Tidak tampil di ajang yang pernah mereka menangi adalah sebuah kemunduran yang bakal sulit diterima.
Italia tak pernah absen berpartisipasi di PD sejak gagal lolos pada PD 1958. Dari rentang tersebut hingga saat ini, mereka mampu dua kali menjadi terbaik di dunia, yakni pada edisi 1982 dan 2006.
Jadi, demi mengamankan tiket ke Rusia tahun depan, hanya ada satu cara, yaitu adaptasi. Sejak ditangani Giam Piero Ventura, Italia menuai kritik gara-gara penggunaan formasi 4-2-4.
Modul tersebut memang favorit dari Ventura, sebuah perubahan besar dari taktik 3-5-2, yang ditanamkan arsitek Italia sebelumnya, Antonio Conte.
(Baca Juga: Piala Dunia 2018 Bisa Jadi yang Terakhir untuk Generasi Timnas Argentina Saat Ini)
Pilihannya, para pemain Italia harus mulai menerima 4-2-4 dan cepat beradaptasi atau malah Ventura yang menyesuaikan diri dengan pola nyaman anak asuhnya.
Sepanjang adaptasi berhasil ditemukan, rasanya Italia bisa mengatasi perlawanan Swedia dan melanjutkan tradisi mereka sebagai kontestan tetap PD sejak 1962.
Editor | : | Bagas Reza Murti |
Sumber | : | TABLOID BOLA NO. 2.816 |
Komentar