Ambisi Gianluigi Buffon dan seluruh anggota tim nasional Italia untuk berlaga di Piala Dunia 2018 sepertinya tak begitu diamini oleh mantan pemain Gli Azzurri, Gianfranco Zola.
Penulis: Theresia Simanjuntak
Terkesan kontroversial, mantan penyerang Chelsea ini menegaskan bukan sebuah tragedi andai Italia tersingkir di tangan Swedia di play-off PD 2018.
Berfilsafat, Zola percaya bahwa Italia akan berbenah total andai gagal ke Rusia tahun depan.
"Italia gagal ke PD 2018 bukan tragedi. Saya ingat ketika Jerman tereliminasi dari Euro 2000. Kekecewaan mereka digunakan sebagai katalis dari perubahan sesungguhnya. Sepak bola Jerman sekarang kembali ke puncak," kata Zola kepada La Repubblica.
Yang Zola maksud ialah saat Jerman tersisih di babak grup Euro 2000. Dua tahun setelah hasil minor itu, Die Mannschaft menjadi finalis Piala Dunia 2002.
Lalu, terhitung sejak PD 2006, pencapaian terburuk Jerman di turnamen akbar macam PD dan Euro adalah sebagai peringkat tiga! Contoh ini yang Zola ingin lihat pada Italia.
(Baca Juga: Jika Hengkang dari Manchester City, Sergio Aguero Sudah Punya Tujuan Selanjutnya)
Menurut pria berusia 51 tahun itu, perubahan menyeluruh diperlukan karena skuat Italia saat ini minim kualitas lantaran terlalu berfokus pada hasil semata.
"Italia hanya terpusat pada hasil, bukan performa. Mereka kekurangan kualitas. Di era saya, ada tujuh hingga delapan alternatif di posisi saya. Sekarang, Italia sulit menghasilkan pemain kreatif," ucap Zola.
Revolusi atau Adaptasi
Maksud Zola dengan pernyataan tersebut boleh saja baik. Italia tampaknya membutuhkan revolusi demi kembali menjadi salah satu tim paling ditakuti di dunia.
Malah, sebelum Jerman, Italia pernah mengalami hal memalukan, yakni tidak bisa mentas ke Euro 1992. Namun, dua tahun kemudian, mereka menjadi runner-up PD 1994.
(Baca Juga: Fan Bali United Minta Edy Rahmayadi Turun Tangan Langsung Selesaikan Ruwetnya Liga 1)
Artinya, seperti pendapat Zola, Italia tak perlu merasa berada dalam sebuah tragedi apabila pada akhirnya disingkirkan oleh Swedia pada pertengahan November ini.
Meski begitu, ada pertaruhan ego di sini. Bagaimanapun, Italia merupakan salah satu negeri kiblat sepak bola. Tidak tampil di ajang yang pernah mereka menangi adalah sebuah kemunduran yang bakal sulit diterima.
Italia tak pernah absen berpartisipasi di PD sejak gagal lolos pada PD 1958. Dari rentang tersebut hingga saat ini, mereka mampu dua kali menjadi terbaik di dunia, yakni pada edisi 1982 dan 2006.
Jadi, demi mengamankan tiket ke Rusia tahun depan, hanya ada satu cara, yaitu adaptasi. Sejak ditangani Giam Piero Ventura, Italia menuai kritik gara-gara penggunaan formasi 4-2-4.
Modul tersebut memang favorit dari Ventura, sebuah perubahan besar dari taktik 3-5-2, yang ditanamkan arsitek Italia sebelumnya, Antonio Conte.
(Baca Juga: Piala Dunia 2018 Bisa Jadi yang Terakhir untuk Generasi Timnas Argentina Saat Ini)
Pilihannya, para pemain Italia harus mulai menerima 4-2-4 dan cepat beradaptasi atau malah Ventura yang menyesuaikan diri dengan pola nyaman anak asuhnya.
Sepanjang adaptasi berhasil ditemukan, rasanya Italia bisa mengatasi perlawanan Swedia dan melanjutkan tradisi mereka sebagai kontestan tetap PD sejak 1962.
Editor | : | Bagas Reza Murti |
Sumber | : | TABLOID BOLA NO. 2.816 |
Komentar