Kultur Indonesia berbeda dengan negara lain. Bahkan kultur itu sangat kontras dengan bangsa Eropa. Hal ini yang mendasari pemikiran mencari filosofi sepak bola Indonesia.
Penulis: Gonang S./Abdi P./Andrew S.
Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, mengungkapkan butuh proses berpikir maupun diskusi yang panjang untuk menemukan bagaimana cara bermain sepak bola yang sesuai dengan kultur Indonesia.
Perumusan itu dilaku- kan Danurwindo melalui riset maupun forum diskusi. Selain itu pelatih dan pelaku sepak bola di Tanah Air turut menyumbangkan buah pikirannya.
(Baca juga: Timnas Malaysia Sulit Menang, Pelatihnya Ikuti Pola Luis Milla untuk Indonesia)
“Dari mereka lahir dan diputuskan formulasi yang akhirnya menjadi filosofi bermain sepak bola Indonesia. Filosofi ini bertumpu kultur Indonesia. Kami menemukan filosofi bermain yang tentu berbeda dengan negara lain,” kata Danurwindo.
Menurut dia, filosofi sepak bola Indonesia tentu berbeda dengan tiki taka Spanyol atau gaya bermain seperti Jerman saat memenangi Piala Dunia 2014.
“Tidak bisa disamakan dan sudah tentu berbeda karena Indonesia punya keistimewaan dan ini terkait dengan postur tubuh pemain Indonesia. Keistimewaan pemain Indonesia adalah kecepatan."
(Baca juga: Liga 2 Musim 2017 - Banten Paling Sukses Bertahan, Saat Jawa Barat Sangat Terpuruk)
"Jadi, tak heran bila dalam sejarahnya tim nasional selalu melahirkan pemain sayap yang luar biasa. Mereka punya kecepatan dan itu cocok untuk menjadi pemain sayap,” kata Danurwindo.
Dengan keistimewaaan kecepatan dan postur tubuh, tim lebih tepat bila memakai skema 4-3-3. Namun, skema itu lebih inovatif karena kiper terlibat di pertandingan. Jadi pola yang tepat adalah 1-4-3-3.
“Kiper modern harus terlibat aktif dalam permainan. Ini seperti yang diperlihatkan kiper Jerman Manuel Neuer."
"Skema itu adalah double diamonds di mana permainan lebih proaktif, progresif, dan konstruktif,” ujar Kahudi Wahyu, yang turut menyampaikan filosofi sepak bola Indonesia pada para pelatih yang menangani tim-tim yang berlaga di Piala Soeratin 2017.
Danurwindo berharap dengan adanya pemaparan filosofi sepak bola Indonesia ini, pelatih memiliki kesamaan dalam menangani tim.
Dengan demikian pelatih sudah memiliki kesamaan visi dan misi dalam melatih tim sejak di sekolah sepak bola (SSB).
Tanggung Jawab PSSI
Sementara itu, PSMS tetap berharap bisa menjadi salah satu tuan rumah babak 8 besar Liga 2. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa Kota Sidoarjo dan Balikpapan dijadikan tuan rumah netral pada fase ini.
(Baca juga: Gol Menit Akhir Buat Klub yang Dua Kali Juarai Liga Indonesia Degradasi ke Liga 3)
Ketidakpastian soal tuan rumah babak 8 besar sebenarnya tak lain sebagai buntut kerusuhan suporter pada laga terakhir Grup B antara Persita Tangerang kontra PSMS di Stadion Mini Kabupaten Bogor, Cibinong, yang menyebabkan seorang suporter Persita, Banu Rusman, meninggal dunia.
PSSI menunda babak 8 besar tanpa waktu yang ditentukan. Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria, menyampaikan dukacita mendalam atas kejadian tersebut.
(Baca juga: Hasil Play-off Liga 2 Musim 2017 - Lima Tim Bertahan, Persik-PSCS Degradasi)
"Kami menyampaikan belasungkawa dan rasa duka mendalam," katanya seperti dilansir Bolasport. Selain simpati, sebenarnya yang lebih dibutuhkan dari PSSI adalah kepastian bahwa kasus serupa tak bakal terjadi lagi.
PSSI tak bisa cuci tangan begitu saja atas kejadian di partai tersebut. Pembatas tribun dengan lapangan, yang hanya berupa pagar berteralis dan sangat mudah dipanjat, semestinya sudah dianalisis sebelum pertandingan sebagai salah satu kerawanan.
(Baca juga: Striker yang Buat Jengkel Persib pada Awal 2017, Kini Sedang Mandul di Vietnam)
Nyatanya, panpel dan petugas keamanan lengah hingga suporter Persita bisa merangsek masuk ke lapangan selepas pertandingan.
Sebagaimana halnya pengelola parkir yang bisa dituntut begitu ada kendaraan yang hilang, PSSI pun boleh jadi layak dimintai pertanggungjawaban atas meninggalnya Banu.
Bukan begitu?
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar