Solo pernah memiliki klub Galatama yang disegani tetapi kini telah bubar, Arseto. Bubarnya Arseto juga berimbas pada pengelolaan mes bekas tempat tinggal pemain yang tak terawat.
Arseto adalah klub besar yang pernah mewarnai sepak bola Indonesia era Galatama (Liga Sepak Bola Utama).
Arseto pernah dihuni sejumlah legenda sepak bola Indonesia.
Beberapa nama yang pernah memperkuat Arseto di antaranya Ricky Yacob, Yunus Muchtar, Rochy Putiray, Eduard Tjong, Agung Setyabudi, hingga I Komang Putra.
BolaSport.com menelusuri jejak peninggalan Arseto di kota Solo.
Sebuah bangunan yang pernah digunakan sebagai Mes Arseto kini kondisinya kurang terawat.
Bangunan tersebut sebenarnya merupakan bekas rumah sakit Kadipolo zaman Paku Buwono X.
Rumah sakit tersebut pada awalnya digunakan untuk menangani wabah penyakit pes di Kota Solo.
Lokasi bangunan tersebut berada di jalan Radjiman, Panularan, Solo.
Kondisi bagian depan bangunan relatif tertutup sehingga tidak terlalu menarik perhatian.
Bangunan tersebut juga bisa langsung diakses melalui jalan samping (jalan Rajamanggala) untuk langsung menuju bagian belakang.
Beberapa kamar di bagian depan menurut keterangan Supri, salah satu penjaga yang diwawancarai BolaSport.com, Sabtu (7/1/2018), merupakan kamar khusus Eduard Tjong.
"Kamar depan itu khusus untuk Mas Edu (Eduard Tjong)," kata Supri kepada BolaSport.com.
"Mas Edu memilih kamar khusus dan tinggal bersama keluarga," ujar Supri menambahkan.
Menuju bagian dalam terdapat tembok-tembok tak beratap.
Menurut informasi yang didapat bangunan tersebut sering digunakan sebagai lokasi pre-wedding.
Semak belukar dan tanaman jalar semakin jelas terlihat di sekitar bangunan eks mes Arseto tersebut.
Salah satu bekas kamar terlihat tirai warna merah.
Kamar tersebut adalah kamar milik Rochy Putiray.
Menurut kesaksian Supri, kamar tersebut sampai saat ini masih milik Rochy.
Rochy masih sering mengunjungi dan hanya ia yang berani memakai kamar tersebut.
"Wah, masih ada aja tuh kamar," kata Rochy yang dihubungi terpisah, berseloroh.
Benerapa fasilitas juga tersedia di tempat tersebut.
(Baca juga: Cetak Sejarah! Lionel Messi Samai Pencapaian Dua Legenda Barcelona)
Tak hanya kamar, terdapat juga lapangan, tempat fitnes, dapur, mushola dan kamar mandi.
Namun, hanya lapangan saja masih digunakan untuk latihan.
Bangunan tersebut masih sempat dipakai para eks pemain hingga sekitar tahun 2004.
Semenjak Arseto bubar pada zaman krisis moneter, otomatis bangunan mes mulai ditinggalkan.
Setelah tidak dipakai Arseto, tempat tersebut dipakai oleh Diklat Arseto yang kemudian dipakai oleh Sekolah Sepak Bola (SSB) Ksatria Solo hingga saat ini.
Sejarah Arseto
Arseto didirikan oleh Sigit Harjoyudanto, putra mantan presiden kedua Indonesia, Suharto pada tahun 1978.
(Baca Juga: 5 Alasan Philippe Coutinho Berhasil Mendarat di FC Barcelona)
Ada banyak versi soal nama Arseto.
Ada yang mengatakan diambil dari putra Sigit Harjoyudanto, Aryo Seto.
Ada pula yang menyebutkan bahwa nama klub tersebut adalah gabungan tiga nama Sigit yaitu Ary, Retno, dan Aryo Seto.
Pada awalnya Arseto bermarkas di Jakarta.
Namun, sejak tahun 1983, tim biru langit itu pindah ke Solo.
Prestasi Arseto Solo seniri cukup membanggakan.
Pada tahun 1985, tim yang pernah diperkuat Miro Baldo Bento itu memenangi Piala Liga I.
Pada tahun yang sama, Arseto menempati posisi runner-up Galataman, beradda di bawah Krama Yuda Tiga Berlian.
(Baca juga : Bukan Cristiano Ronaldo, Pesepak Bola Terkaya Dunia Ternyata dari Asia Tenggara)
Dua tahun berselang (1987) Arseto berhasil memenang turnamen invitasi Perserikatan dan Galatama.
Prestasi terbaik Arseto di Galatama adalah menjadi juara pada tahun 1992.
Klub yang bermarkas di Stadion Sriwedari itu berhasil menjadi salah satu ikon kota Solo.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar