Kejadian ini pun mengingatkan kita atas tragedi yang menimpa kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, yang juga meninggal di lapangan setelah mengalami hantaman keras di bagian dada.
Bedanya benturan tersebut didapatkan dari tabrakan dengan rekan satu timnya Ramon Rodrigues dalam laga Liga 1 kontra Semen Padang di Stadion Surajaya, Minggu (15/10/2017).
Wafatnya Bruno Boban ini menambah panjang daftar atlet yang tewas di lapangan karena benturan di dada.
Kejadian ini dikenal dalam dunia medis dengan istilah Commotio Cordis atau agitasi jantung.
Fenomena langka ini terjadi ketika ritme jantung tergangggu karena benturan di dada kiri.
Gangguan ritme jantung ini kemudian bisa menyebabkan gangguan kelistrikan pada jantung (ventricular vibrilation) yang bisa dengan cepat menyebabkan kematian.
(Baca Juga: Egy Maulana Vikri Terkunci, Gelandang Timnas U-19 Indonesia Lain Harusnya Jadi Solusi)
Maka tak mengherankan, kondisi ini banyak dialami oleh atlet baseball dan kriket yang memang kerap terkena lemparan di bagian dada.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua benturan di dada bisa menyebakan kondisi ini.
Ada rentang waktu yang sangat spesifik, biasanya diantara 2 detak jantung, yang membuat benturan di dada dapat menimbulkan kondisi agitasi jantung.
Menurut dokter John Martin, kardialogis di University College London, pertolongan pertama paling baik bagi kondisi ini adalah pemberian resusitasi (CPR) dan defibrilasi.
Editor | : | Nina Andrianti Loasana |
Sumber | : | BolaSport.com, Theguardian.com, Thesun.co.uk |
Komentar