Soalnya awal karier waktu mau gabung diklat itu, pengorbanan orang tua sangat luar biasa.
Jarak kampung saya ke kota Medan itu jauh, saat itu pengorbanan orang tua dan pelatih untuk hanya mengantarkan saya.
Pelatih saya yang dari kampung sudah meninggal sekarang, termasuk salah satu orang tua saya, yakni bapak.
(Baca juga: Rapor Pemain Indonesia pada Dua Laga Awal Liga Malaysia 2018 - Evan Dimas Paling Sukses)
Sampai sekarang, saya masih mengingat dan mendarah daging, pengorbanan orang tua.
Kemudian saya berterima kasih dengan saudara yang membantu dan pelatih-pelatih di Medan yang menangani saya dari nol.
Banyak pelatih-pelatih seperti Almarhum Pak Irul, kemudian ada Pak Sahlan.
Lalu pelatih kiper pertama kali saya itu Pak Waluyo. Pas masuk tim Sumatera Utara untuk PON 2012, ada pelatih kiper bagus yakni Pak Mardianto.
Untuk sekarang ini di PSMS, Pak Sahari Gultom yang menangani saya.
Dia bagus, karena kiper yang berkualitas dan pernah bermain untuk timnas serta membela klub-klub besar Indonesia.
Momen yang paling berkesan yang membuat Anda memutuskan bermain di PSMS Medan?
Dulu pada 2006, jaman Bang Legimin, saya itu masih SMP saat nonton dia berlaga.
Waktu itu, PSMS Medan itu melawan Persib Bandung.
PSMS kalah di kandang saat main di Stadion Teladan. Setelah itu pada 2011, tetapi bukan jamannya Legimin, melainkan Edy Kurnia, yang jadi kiper, dan saya juga nonton.
(Baca juga: Klub Inggris yang Berusia 86 Tahun Ini Berpeluang Dimiliki Grup Bisnis Keluarga Kaya asal Hong Kong)
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar