(Baca juga: Akibat Insiden Berdarah GBLA, Menpora Resmi Setop Liga Indonesia)
Sementara itu, pihak keamanan di luar terlibat bentrok dengan suporter Genoa di jalanan yang membakar mobil-mobil berpelat nomor wilayah Milan dan memecahkan kaca.
Vincenzo Spagnolo, Claudio Spagna. pic.twitter.com/NjDNxzK8KG
— Nacho (@ipatolorente) September 15, 2017
Lima oknum suporter diamankan polisi dan puluhan korban, termasuk petugas keamanan, mengalami luka-luka dalam bentrokan di jalanan tersebut.
Hasil identifikasi menunjukkan sang tersangka, Simone Barbaglia, bukan termasuk anggota organisasi resmi suporter kedua kubu.
Bentrokan diawali oleh saling ejek, baku hantam, dan berujung penusukan terhadap Spagnolo dengan pisau sepanjang 12 sentimeter.
Sosiolog asal Roma sekaligus pakar pergerakan pemuda Italia, Valerio Marchi, memperkirakan saat itu ada 10.000 ultras atau penggemar fanatik klub Italia.
AC Milan supporters in Luxembourg #ultras #UEL pic.twitter.com/OcjurM5uuw
— Fanatics of Football (@footynews129) September 21, 2018
Mereka terikat kuat secara emosional layaknya anggota geng-geng jalanan di Amerika.
"Masalah muncul ketika mereka menganggap bahwa grup dan komunitas adalah segala yang mereka punya, dan kekerasan menjadi simbol status komunitas," katanya seperti dikutip dari arsip New York Times 31 Januari 1995.
Hingga sekarang, peristiwa meninggalnya Spagnolo masih diperingati suporter Genoa.
Insiden berdarah itu diabadikan dalam sebuah prasasti di sekitar Stadion Luigi Ferraris.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Nytimes.com, corriere.it |
Komentar