Isu pengaturan skor atau match-fixing di dunia sepak bola Indonesia menjadi salah satu topik paling hangat belakangan ini.
Sejumlah pihak yang terlibat dalam sepak bola, bahkan pernah menjadi pelakunya, berbicara blak-blakan di depan publik.
Skandal yang mereka beberkan membuka lagi ingatan masyarakat bola Indonesia mengenai beberapa pertandingan yang dicurigai terkena pengaturan skor.
(Baca Juga: Pemain Bhayangkara FC yang Terlibat Pengaturan Skor Akan Dibunuh Manajer)
Beberapa waktu lalu, mantan General Manager PSIS Semarang, Ferdinand Hindiarto, mengungkapkan beberapa modus yang dipakai para pelaku pengaturan skor.
Tidak banyak pelaku sepak bola yang juga berstatus sebagai akademisi. Ferdinand yang mengajar di Unika Soegijapranata Semarang ini adalah satu di antaranya.
Baca Juga:
- Persib Bandung Ingin Pulangkan Pemain Binaan demi Bentuk The Class of 92 Ala Manchester United
- Runtuhnya Era Kerajaan Sriwijaya, Klub Kendaraan Politik yang Ingin Tampil Heroik Bak Juventus
- Satu Pemain Ingin Bertahan di Persib Bandung Meski Banjir Tawaran dari Klub-klub Liga 1
"Kiprah di sepak bola itu saya mulai dari klub kampus Unika FC sebagai pengurus, terus di PSSI Kota Semarang sebagai ketua harian," ujar Ferdinand, kepada Tribun Jateng.
"Lalu akhirnya ke PSIS mulai dari psikolog sampai akhirnya menjadi General Manager pada 2013. Kemudian pernah di PSSI di Komite Pemilihan pada 2015.
Ferdinand tak menampik, bahwa skandal pengaturan skor atau match-fixing memang benar-benar terjadi di Indonesia.
Ia mencontohkan, klub raksasa Liga Italia, Juventus, pun sempat terjerat kasus serupa pada medio 2006.
(Baca Juga: Runtuhnya Era Kerajaan Sriwijaya, Klub Kendaraan Politik yang Ingin Tampil Heroik Bak Juventus)
"Juventus itu pada 2005 gelarnya dicabut terus turun ke kasta B karena pengaturan skor. Jadi kalau mau dibilang di level itu pun ada, berarti kemungkinan besar di Indonesia juga ada, ya kan. Itu nomor 1, poinnya saya pikir yang paling penting seperti itu," katanya.
"Maka jawaban saya sangat mungkin, itu yang pertama. Perbedaannya adalah kalau di Italia diusut, sampai diberikan vonis kepada Juventus bahkan gelar dicabut turun ke Serie B."
Sementara itu, lanjut Ferdinand, kasus pengaturan skor yang terjadi di Indonesia biasanya hanya menguap begitu saja tanpa ada konklusi yang jelas.
Ferdinand curiga, bahwa ini tak terlepas dari sikap federasi (PSSI) yang tak memiliki keinginan kuat untuk memberantas skandal yang mencoreng nilai-nilai luhur dalam dunia sepak bola.
Selain itu, lanjut Ferdinand, andai PSSI memang memiliki komitmen kuat untuk memberantas mafia sepak bola, tentu skandal ini bisa dituntaskan hingga ke akar-akarnya.
"Nah di sini, kayaknya tidak akan sampai pada penuntasan kasus. Ya, akan selesai menguap," ucap Ferdinand.
"Nanti ganti musim baru ya orang-orang akan lupa. Kenapa? Ya, ini karena sikap federasi. Federasi tidak punya keinginan yang kuat untuk membereskan ini. Kalau Federasi memiliki keinginan yang kuat, saya yakin sangat mudah."
Editor | : | Ramaditya Domas Hariputro |
Sumber | : | jateng.tribunnews.com |
Komentar