Setelah mencatat sejarah dengan merebut titel back to back di panggung Liga Champions, pertama kali sejak AC Milan di awal 1990, Real Madrid punya misi baru.
Misi baru? Apa lagi jika bukan menyamai rekor fantastis milik Ajax Amsterdam dan Bayern Muenchen, berupa trigelar LC secara beruntun?
Ajax menyabet hattrick pada rentang 1970-1971-1972-1973, sedangkan Muenchen pada periode 1973-1974-1975-1976.
Sementara itu, sang pemegang rekor adalah Real Madrid sendiri yang melakukannya pada lima edisi awal berturut-turut, yakni 1955-1956 hingga 1959-1960.
Di luar generasi hebat tersebut, tak ada tim yang mampu meraih tiga atau lebih gelar LC secara beruntun.
Tak terkecuali Milan di masa keemasan pasukan Dream Team-nya, atau Barcelona saat masih ditukangi Pep Guardiola.
Artinya, butuh lebih dari sekadar skuat paten guna menggapai prestasi tersebut.
Diperlukan kombinasi antara materi yang tak saja berkualitas, tetapi juga melimpah.
Dibutuhkan pula pelatih dengan kapabilitas ekstra, serta segudang keberuntungan.
Dalam dua pergelaran pamungkas, Madrid memiliki semua persyaratan ini sehingga sukses meraih undecima dan duodecima alias gelar ke-11 dan ke-12.
Memang, sosok-sosok kunci masih berkeliaran di halaman Santiago Bernabeu.
Dimulai Sergio Ramos, Marcelo, Casemiro, Toni Kroos, Luka Modric, hingga trio BBC: Gareth Bale, Karim Benzema, dan Cristiano Ronaldo. Figur instrumental seperti Isco, Marco Asensio, Lucas Vasquez, dan Mateo Kovacic, juga semakin matang.
(Baca Juga: PSIS Bertandang ke Kendal, PSMS Merasa Diuntungkan)
Zinedine Zidane pun masih berada di balik kemudi kapal mewah Los Merengues.
Dengan kata lain, dua dari tiga elemen penting Si Putih masih lengkap.
Namun, yang menjadi permasalahan, dan amat mungkin menjadi faktor pengganjal ambisi Madrid, adalah hilangnya dua pemain “tak penting”.
Ya, saya membicarakan tentang Alvaro Morata dan James Rodriguez, dua pemain yang secara kolektif cuma melahap 27 start dari keseluruhan partai yang mencapai 60 laga itu.
Dari aspek bisnis, penjualan Morata ke Chelsea menebalkan kas Madrid hingga 70 juta euro.
Begitu pula dengan peminjaman James ke Muenchen yang menekan pengeluaran gaji sebesar 120 ribu euro per pekan.
Dari Mana 31 Gol?
Kendati demikian, dilepasnya sepasang “penghangat bangku cadangan” ini, berpotensi membuat Madridistas menangis pada saat musim menyentuh garis finis nanti.
Pasalnya, meski jarang menginjak lapangan sejak sepak mula, di musim 2016-2017 keduanya berkontribusi atas terciptanya 31 gol bagi Real Madrid.
Alvaro Morata mampu mengemas 20 gol, sedangkan James Rodriguez sisanya.
Memang, mayoritas gol Madrid di LC musim kemarin diborong oleh Ronaldo (12 gol).
Morata hanya mencetak tiga gol di ajang regional tersebut.
Akan tetapi, kondisi peak Ronaldo sehingga bisa mengamuk di pengujung musim lalu adalah karena cukup seringnya CR7 diberi waktu istirahat.
(Baca Juga: VIDEO - Neymar Ogah Jabat Tangan dengan Bek Muda Celtic, Sombong Nih!)
Suksesnya rotasi yang diberlakukan oleh Zinedine Zidane, tak lepas dari jawaban yang diberikan oleh para pelapis semodel Alvaro Morata dan James Rodriguez saat diberikan kepercayaan.
Di musim ini, praktis stok supersub Zizou terbatasi cuma pada sosok-sosok seperti Asensio, Lucas Vasquez, Marcos Llorente, dan Dani Ceballos.
Ronaldo kebetulan harus menjalani skorsing empat laga di pentas domestik menyusul aksi mendorong wasit pada pergelaran Supercopa kontra Barcelona, di awal Agustus.
Dalam tiga laga di antaranya, Asensio dan Vasquez berhasil mencetak tiga gol.
Hanya, dwigol Asensio di laga melawan Valencia, dan gol tunggal Vasquez versus Levante, hanya berujung skor imbang 2-2 dan 1-1.
(Baca Juga: Sedih, Pebalap Ini Harus Terima Kenyataan Tampil di Moto2 Setelah 7 Tahun Tampil di MotoGP)
Lawan seperti Levante, yang baru mendapatkan promosi, seharusnya bisa dengan mudah ditaklukkan Real Madrid.
Paling tidak, trio promosi di musim sebelumnya, Alaves, Leganes, dan Osasuna, mampu dihajar dengan telak.
Sebuah bukti bahwa penggunaan pemain pelapis di musim lalu, masih bisa menghadirkan kemenangan bagi Madrid.
Ke depan, imbas terbangnya Morata dan James jelas bisa merusak kalkulasi.
Ketika pemain inti penjamin tripoin harus diistirahatkan, para pelapis belum berada pada taraf menyumbang tiga angka.
Ketika itu pula Zizou mungkin akan menyesali ketiadaan Morata dan James di bangku cadangan.
Pada saat membalikkan prediksi publik dengan menjuarai LC musim kemarin, Madrid memang baru menekan pedal gas dalam-dalam di paruh kedua musim.
Bisa saja mereka mengulangnya kembali setelah lolos ke fase knock-out nanti.
Namun, mustahil melakoninya tatkala tangki bensin mereka tak sepenuh musim lalu, sementara tangki para pesaing justru semakin penuh. @saptoharyo
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar