Sepak bola Indonesia tak akan pernah lepas dari pemuda Papua. Saya yakin, kita semua dapat dengan mudah menyebutkan sejumlah nama yang penampilannya memikat hati.
Akan tetapi, rasanya tidak lengkap mengagumi talenta-talenta brilian pemuda Papua bila tidak melihat secara langsung bagaimana mereka mengenal permainan si kulit bundar ini.
Akhirnya, keinginan menginjakkan kaki di tanah Papua terwujud. Rabu (13/12/2017) pagi, pesawat yang membawa kami mendarat di Bandara Sentani, Jayapura.
Jujur, ingin rasanya berharap melihat banyak anak-anak bermain sepak bola di lapangan pinggir jalan selama perjalanan dari bandara udara menuju pusat Kota Jayapura.
Di benak ini masih kuat tertanam ucapan Jacksen Ferreira Tiago (JFT) ketika kami berjumpa di Rio de Janeiro, Brasil, pada 2010, dan berbincang dengan pengurus Federasi Sepak Bola Brasil yang membidani pembinaan sepak bola usia dini.
Jacksen, pria Brasil, mantan striker di panggung sepak bola Indonesia dan menjadi pelatih klub Tanah Air, berkata: “Bakat anak-anak Papua tak kalah dari anak-anak di Brasil.”
Ucapan Jacksen F Tiago bukan tanpa alasan. Ia adalah salah satu pelatih tersukses yang menangani Persipura (2008-2014).
Tak hanya tiga gelar juara liga, Jacksen juga mengorbitkan sejumlah nama pemuda Papua ke level atas sepak bola Indonesia.
(Baca Juga: Penerus Boaz Solossa Itu Bernama Sandro Masoka)
Namun, Rabu pagi itu adalah hari belajar bagi anak-anak di Jayapura. Okelah, saya bisa menerima faktor itu sehingga tidak melihat dan mendengar anak-anak menikmati menendang bola.
Plus, panitia yang menjemput di bandara kami memutuskan mengambil jalur pintas untuk menghindari kemacetan di jalan biasa menuju Jayapura.
Alhasil, saya tak melihat lapangan, dengan atau tanpa gawang, untuk dipakai anak-anak bermain sepak bola.
Ketika di Rio de Janeiro, nyaris di setiap perjalanan saya melihat lapangan yang dapat dipakai anak-anak untuk bermain sepak bola.
Termasuk lapangan di pinggir jalan dengan kerangkeng kawat besi agar si kulit bundar tidak keluar.
Semua demi keselamatan dan kenyamanan anak-anak dalam menikmati permainan si kulit bundar.
Rabu sore, keinginan melihat anak-anak Papua bermain sepak bola terwujud. Kami mengunjungi Stadion Mandala, markas Persipura.
Di sana sedang berlangsung festival yang mempertandingan anak-anak dari 28 kabupaten di Papua untuk mencari 8 tim terbaik.
Nanti, akan dipilih pemain guna membentuk tim yang akan tampil di ajang Piala Danone.
Luar biasa. Saya terpukau. Saya terkesima. Bakat-bakat muda itu sungguh layak mendapat pujian.
(Baca Juga: Kapolda Papua Ingin Pemain Potensial Makin Bersinar pada Masa Depan)
Julukan Mutiara Hitam bagi tim sepak bola Persipura benar-benar dilandaskan kepada bakat dan talenta yang dimiliki pria-pria Papua, bahkan yang baru berusia 9 tahun. Mata saya membuktikan talenta anak bersama Sandro Masoka.
Keesokan hari, Kamis (14/12/2017), di tempat yang sama pula dimulai sebuah kegiatan yang berkaitan dengan Bhayangkara FC, juara Liga 1 2017.
Manajemen Bhayangkara menggelar coaching clinic yang melibatkan 1.030 anak-anak di Papua. Sebuah kegiatan yang dicatat oleh MURI.
Gelar juara Liga 1 2017 yang diraih Bhayangkara FC memang terus menjadi perbincangan banyak orang di arena sepak bola nasional.
Ada yang kagum dengan cara tim asuhan Simon McMenemy itu bermain. Katanya, rapi dan terorganisir dengan baik.
Sebagian lagi tak kuasa mengkritik proses kehadiran klub Bhayangkara FC di level teratas sepak bola nasional.
Pihak lain menyindir gelar juara Liga 1 2017 dan menyebut Bali United lebih berhak menjadi juara. Pemberian dua poin kepada Bhayangkara FC akibat kasus pemain terlarang oleh kubu Mitra Kukar, saat skor 1-1, dianggap tidak pada tempatnya.
Terlepas dari semua pandangan miring itu, Kepolisian Republik Indonesia telah memberikan apresiasi kepada tim Simon McManemy pada Selasa (12/12/2017) di Gedung Serbua Guna PTIK.
“Padahal, awalnya kami hanya ingin Bhayangkara FC meramaikan kompetisi di Tanah Air. Targetnya pun cuma di peringkat kelima,” ucap Kapolri Tito Karnavian di hadapan sejumlah petinggi Polri dan wartawan.
Setelah keberhasilan Bhayangkara FC, Kepolisian Republik Indonesia terlihat semakin serius terlibat dalam sepak bola Nusantara.
(Baca Juga: Ketika Firman Utina Mewawancarai Erol Iba)
Lalu, muncullah perintah Kapolri membentuk Bhayangkara Football Academy di semua Kepolisian Daerah. Dimulai dari Jayapura. Namanya, Bhayangkara Papua Football Academy.
Kabarnya, Presiden Joko Widodo memang menginstruksikan kepada pihak kepolisian dan tentara nasional Indonesia untuk membantu mengembangkan sepak bola di Tanah Air.
Perintah Jokowi sudah ada. Tetapi, hal itu tidak cukup dan malah bisa membahayakan nasib sepak bola Indonesia bila disalahgunakan.
Yang kemudian dibutuhkan adalah program berkelanjutan yang selaras dengan kerja federasi, serta komitmen yang tidak melulu bergantung kepada sosok pemimpin. Setuju?
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar