(Baca Juga: Rindu Itu Berat, Biarkan Gennaro Gattuso Menjawab)
Sayang, kita tidak hidup dalam utopia di mana segala sesuatunya sempurna.
Sebaliknya, malam itu lebih mirip distopia olahraga di mana individualitas serta privasi sang pengadil direbut dan menjadi santapan dunia.
Hal ini mengingatkan saya dengan buku 1984 karangan George Orwell yang menemani saya dalam membuat skripsi S1 bertahun-tahun lalu.
Orwell's 1984 is worth £58,318, according to Google AdWords https://t.co/D8aJiph7cS
— Rayna (@MaliciaRogue) February 5, 2018
Buku terbitan tahun 1949 itu menceritakan tentang sebuah distopia di mana hak individu seseorang hilang di bawah tatapan Big Brother, penguasa yang kehadirannya di mana-mana.
"BIG BROTHER IS WATCHING YOU," menjadi motto suatu eksistensi yang berlangsung tanpa kebebasan.
"Selalu ada mata yang mengawasi dan suara menyelimuti Anda. Tertidur atau terbangun. Di dalam atau luar ruangan... Tak ada yang milik Anda sendiri kecuali beberapa kubik sentimeter dalam tengkorak Anda," tulis Orwell tentang Big Brother ini.
Tentu mudah bagi kita, dari kehangatan rumah masing-masing, untuk menghakimi John Moss dan asistennya yang malang tersebut .
Kita bisa berkomentar dan melempar kata-kata buruk kepada mereka karena kita punya kemewahan siaran ulang berkali-kali dari berbagai angle.
Tetapi, John Moss harus mengambil keputusan dengan cepat tanpa bantuan siaran ulang setelah berlari selama 90+3 menit, tanpa kemewahan sudut pandang lain.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar