Emosi dan ingar-bingar Liga Indonesia tak ada lagi di Manado. Padahal, kota itu pernah mentereng gara-gara sempat dikunjungi Il Phenomenon asal Brasl, Ronaldo Luis Nazario de Lima.
Ada juga kisah gol semata wayang Tugio yang membawa PSIS juara Liga Indonesia V 1998/1999 di Kota Manado. Lalu?
Klabat, nama stadion di Manado yang diambil dari nama gunung yang terletak di Minahasa, memang sempat menyuguhkan drama-drama di sepak bola. Hal itu dulu.
Di zaman now, atmosfernya amatlah berbeda.
Pada 1995, Manado menata sepak bola pascakehadiran tokoh bola nasional Mayjen TNI E.E Mangindaan sebagai Gubernur Sulut. Atmosfir sepak bola sangat terasa.
Kemudian, lahirlah Persma yang sekitar 6 tahun menghuni Divisi I. Maklum, amunisi dan lobi belum cukup guna menapak ke kasta tertinggi, Divisi Utama, ketika itu.
Lalu, begitu tiket Divisi Utama diraih, darah sepak bola di Sulut bagaikan mendidih! Mulai panaslah amosfer sepak bola di daerah itu.
Puncaknya, Sulut, provinsi kecil, mampu menghadirkan tiga tim di papan atas kompetisi. Dua tim lainnya adalah Persmin Minahasa dan Persibom Bolaang Mongoundouw.
Kembali ke Persma. Sebelum kompetisi dimulai, sejumlah tim tangguh Indonesia kala itu diundang hadir ke Manado.
(Baca Juga: Catat! Timnas Thailand akan Datang ke Indonesia)
Mereka hadir lewat turnamen Piala Opa E.A Mangindaan, ayah Gubernur, mantan pelatih PSM dan PSSI yang juga salah satu saksi berdirinya PSSI di Solo era Soeratin.
Pelita Jaya Jakarta, Mitra Surabaya, Persebaya, dan PSM serta Gelora Dewata Bali meramaikan hajatan atau turnamen prakompetisi. Euforia pun mulai tercipta menyusul eksisnya Tim Badai Biru, sebutan Persma.
Di sinilah sejarah pertama tercipta. Usai prakompeisi, kedatangan PSV Eindhoven dari Belanda menjadi pemicunya.
Wajar, dalam tim tersebut bercokol pemain muda Brasil yang belakangan menjadi Pemain Terbaik Dunia 3 kali, Ronaldo Luis Nazario de Lima. Saat itu, ia baru menginjak usia 18 tahun.
Tak hanya Ronaldo, ada Luc Nillis (Belgia) dan segerombolan pemain muda Belanda yang sempat menjadi pilar De Oranje.
Sebut saja Boudewijn Zenden, Phillip Cocu, dan senior macam Wim Jonk, Stan Valks, serta duo kiper Ronald Waterreus dan Stanley Menzo.
Tukang racik tim adalah Dick Advocaat dan orang Denmark, Frank Arnesen, sebagai manajer tim.
(Baca Juga: Media Asing Beritakan Persiapan Timnas U-19 Indonesia Jelang Piala Asia U-19)
Di Surabaya, Ronaldo tak bermain membela PSV, ia hanya beraksi di Manado.
Meski panitia harus bernegosiasi alot dengan manajemen PSV, akhirnya Ronaldo diizinkan.
Tetapi, Ronaldo bermain hanya 20 menit. Dia sudah dalam ikatan perjanjian dengan manajemen FC Barcelona. Faktor lain, dia tengah didera cedera ringan!
Memang, sekembali dari Indonesia, Ronaldo langsung menuju Spanyol meninggalkan Negeri Kincir Angin.
Sejarah kedua bagi Kota Manado, final Liga Indonesia V antara Persebaya vs PSIS pada 1999 sukses digeber di lokasi yang sama.
PSSI menunjuk Manado karena ada alasannya. Bahwa, pemain sekelas Ronaldo saja enjoy bermain dan tingkat keamanan maksimal. Kepanitiaan dengan peran pemerintah daerah dan PSSI terkoordinasi.
Di situlah gol Tugiyo lahir dan memaksa Persebaya mengakui keunggulan Mahesa Jenar di depan publik Manado dan fans Green Force serta PSIS yang "menyerbu" Manado.
Kini, semua tinggal kenangan. Stadion Klabat tak lagi menghadirkan atraksi pesepak bola lokal dan luar negeri setelah bubarnya Persma. Ironis, karena hal ini diikuti Persmin dan Persibom.
(Baca Juga: Jadwal Laga Timnas Indonesia Vs Malaysia Dimajukan demi Persija Jamu Persib)
Benar, Persma tak lagi ada. Tetapi, nama-nama pesepak bola Manado yang sempat menghuni timnas Indonesia menjadi bukti potensi di sana.
Dari era 1980-an, ada Inyong Lolombulan, kemudian Fecky Lasut dan era 90-an bersama Francis Wewengkang, Stanley Mamuaja. Hingga era 2000-an Jendry Pitoy dan Firman Utina.
Lalu, apa yang masih bisa dibanggakan? Nyaris tak ada lagi.
Manado sudah ketinggalan dibanding daerah ain. Namun, setidaknya ada misi positif yang diemban para pelaku sepak bola di sana.
Ya, kompetisi senior boleh tidak ada. Namun, berjubelnya kompetisi usia dini di Sadion Klabat Manado dan Kotamobagu, paling tidak memberikan pesan bahwa sepak bola di Manado tidak mati.
Pembinaan usia muda wajib dan harus diopimalkan. Maka, berbagai turnamen usia dini dan muda banyak digelar di sana.
Ada Piala Gubernur Sulut, Piala Walikota Manado dan Kotamobagu, Piala KONI Manado. Belum lagi jaringan kompetisi muda dari daerah hingga pusat seperti Piala Menpora U-14 dan U-16, juga Piala Danone.
Namun, benarkah kompetisi senior harus dinomorduakan? Adalah tugas Asprov PSSI setempat yang mesti total bekerja.
Jika tidak, kepengurusan yang baru sebulan tak ubahnya kepengurusan lama. Artinya, setelah terpilih, program pun tak ada.
(Baca Juga: Indra Sjafri Nilai Kualitas Egy Maulana Vikri Menurun)
Kalau pun Persma 1960 mulai aktif, hal itu karena kepedulian beberapa orang penggila sepak bola di Manado.
Mereka berharap bisa mengembalikan nama besar Persma. Meski untuk benar-benar eksis masih ditunggu hasilnya.
Karena itu, bagaimana cara dan apapun bentuk model kompetisi senior mulak harus dijalankan.
Jika sudah jalan, pembinaan berjenjang hingga ke senior akan memetik hasil.
Jangan sampai "roh" Il Phenomenon Ronaldo cepat hilang dan tak membekas sama sekali di Manado.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar