Pencinta film super hero tentu tak asing dengan karakter-karakter DC Comics yang diangkat dalam film “Justice League”.
Film yang bercerita tentang sekumpulan pahlawan penjaga dunia tersebut bertarung habis-habisan untuk membela bumi dari ancaman monster bernama Steppenwolf.
Setiap karakter tokoh memiliki kekuatan dan kelebihan masing-masing untuk menghadapi musuh.
Uniknya, gerombolan super hero ini tidak akan pernah punya kesempatan untuk berhasil dalam misi mereka jika tidak bersatu.
Harapan mereka hampir hilang saat menghadapi musuh yang nyaris tak terkalahkan. Sampai akhirnya muncullah Superman sebagai tokoh terkuat yang menebalkan kembali rasa percaya diri para super hero.
Dalam sepak bola, ada pemain yang kerap dilabeli sebagai Superman. Dia adalah Lionel Messi.
Kesannya memang mengada-ada, namun begitulah adanya.
Apa yang dilakukan oleh pemain kelahiran Rosario itu untuk tim nasionalnya agar melaju ke putaran final Piala Dunia 2018 kembali membelalakkan mata mereka yang tak percaya.
(Baca Juga: Sikap Sergio Aguero soal Berduet dengan Lionel Messi)
Tim nasional Argentina sudah berada dalam bayang-bayang kegagalan Piala Dunia 1970 ketika Albiceleste gagal melaju ke putaran final di Meksiko.
Sebelum matchday terakhir kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Amerika Selatan atau Conmebol, pasukan Jorge Sampaoli masih berada di peringkat ke-6 klasemen.
Selain menang menjadi harga mati, juara Piala Dunia 1978 dan 1986 ini juga harus bergantung pada hasil pertandingan negara lain. Chile, Peru, dan Kolombia mengancam ambisi mereka.
Saat itu, ada kekhawatiran besar yang melanda, bukan hanya penggemar Argentina, juga penggila sepak bola dunia.
Apa jadinya Piala Dunia tanpa kehadiran pemain terbaik dunia? Mungkin begitu pikir mereka.
Kecemasan itu wajar mengingat performa pemain berjulukan La Pulga itu bersama tim biru langit tak sedigdaya ketika ia berseragam klub, FC Barcelona.
(Baca Juga: Ini Dia Jadwal Argentina di Fase Grup Piala Dunia 2018)
Bahkan, di tiga turnamen besar terakhir, yaitu dua Copa America dan Piala Dunia 2014, kehadiran peraih 5 gelar Balon d’Or ini tak mampu memberi negaranya gelar saat telah tiba di final.
Hasil-hasil mengecewakan itu yang sempat membuat Leo memutuskan untuk mengakhiri jasanya bersama tim nasional.
Keputusan yang sulit diterima oleh para penggemar Lionel Messi di negara kelahirannya dan berujung pada perusakan patung pahlawan olahraga Argentina di Paseo de la Gloria.
Di sana, patung Leo Messi disandingkan dengan legenda balap Formula 1, Juan Manuel Fangio, dan Diego Armando Maradona, yang pada masa keemasannya bahkan dijuluki “tuhan”.
Patung perunggu itu menjadi wujud pelampiasan kemarahan fans yang tak bertanggung jawab.
Bagian kepala Messi dirusak hingga terpisah dari badannya, sama halnya dengan patung Superman dalam film Batman vs Superman.
Messi kecewa dan menutup diri. Bahkan, di media sosial media pribadi miliknya ia seperti lenyap ditelan bumi.
Kesedihan Messi mengundang 50.000 suporter tim nasional Argentina turun ke jalanan Buenos Aires untuk mencegah sang mega bintang pergi dari tim nasional.
Bahkan, Presiden Argentina, Mauricio Macri, angkat bicara dan meminta suami Antonella Rocuzzo itu mengurungkan niatnya.
Ya, saat itu “No Te Vayas, Leo” yang berarti “Jangan Pergi, Leo” menjadi topik utama dunia secara global di sosial media.
Beruntung Messi mendengar dan melihat rasa cinta yang begitu besar dari orang-orang yang masih ingin melihatnya membawa harapan tim nasional Argentina.
“Saya melihat sudah ada banyak masalah pada sepak bola Argentina dan saya tidak ingin menambahnya,” ujar Lionel Messi pada ESPN, ketika ia memutuskan kembali dari pensiun yang singkat.
Argentina seperti mendapat kepercayaan diri kembali ketika sang pemain menjadi bagian tim menjelang laga Uruguay dan Venezuela di kualifikasi.
Namun, hasil yang diraih tak serta-merta datang ketika Lionel Messi kembali.
Laga penutup kualifikasi Piala Dunia zona Amerika Selatan mempertemukan Tim Tango dengan Ekuador di markas lawan, di Quito.
Catatan sebelum laga tak sedap dibaca. Argentina terakhir kali menang di Quito pada 2001, tepatnya 16 tahun lalu.
Ketika semuanya hampir terasa mustahil, Leo Messi menciptakan keajaiban dan menjadi “Juru Selamat” bagi Argentina dengan 3 gol yang dicetaknya.
Tim Tango memenangi laga dengan skor 3-1 untuk tim tamu.
Semesta pun ikut mendukung sang penyelamat ketika di pertandingan lain yang memberikan pengaruh untuk lolos atau tidaknya Argentina ke Piala Dunia berakhir dengan hasil manis.
(Baca Juga: Ronaldo dan Messi, Siapa yang Tak Yakin Bisa Juara Dunia?)
Brasil melumat Chile 3 gol tanpa balas, dan Peru bermain imbang melawan Kolombia 1-1.
Runner-up Piala Dunia 2014 ini naik ke peringkat ketiga dan memastikan tampil untuk ke-17 kalinya di putaran final Piala Dunia.
Perjalanan Leo Messi dan koleganya di tim nasional belum berakhir. Pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai di Rusia pada Juni 2018.
Setelah hanya berjarak satu langkah untuk meraih gelar juara di edisi terakhir di 2014, kini pintu kesempatan terbuka lagi.
Ada ambisi yang berbeda bagi Messi dalam Piala Dunia kali ini mengingat usianya yang sudah 30 tahun.
Mungkin, bisa jadi inilah Piala Dunia terakhir baginya. Atau setidaknya Piala Dunia ketika dia berada dalam masa produktif. It’s now or never!
King Leo telah mencapai banyak hal dalam karier sebagai pesepak bola. Berbagai macam trofi telah diraihnya, beragam rekor telah ia pecahkan.
Namun, tentu warisan nama besarnya di sepakbola kepada generasi masa depan tak kan lengkap tanpa gelar supremasi turnamen terbesar di jagad raya, Piala Dunia.
Tetapi, Superman sendirian tak akan bisa menyelamatkan dunia. You can’t save the world alone.
Begitu pun dengan Lionel Messi. Ia tak dapat memenangi Piala Dunia sendirian.
Ia butuh bantuan hebat dari teman-temannya yang hebat, seperti Paulo Dybala, Kun Aguero, Angel Di Maria, Javier Mascherano, Ever Banega, Sergio Romero, dan lainnya.
Sebagai penikmat sepakbola, kita hanya bisa menanti keajaiban-keajaiban apa lagi yang akan diciptakan Messi.
(Baca Juga: Blak-blakan Gonzalo Higuain tentang Borok Sepak Bola Modern)
Ia pernah berkata, “Saya tidak bercanda ketika memutuskan untuk meninggalkan tim. Tetapi, rasa cinta saya pada jersey dan negara ini terlalu besar. Saya berharap kami bisa segera memberikan kegembiraan untuk rakyat Argentina.”
Begitulah, sekumpulan super hero terbaik di sepak bola Argentina akan bersatu dan bahu-membahu demi keluar sebagai pemenang, tak peduli sekuat apa pun lawannya.
Satu hal yang pasti, mereka tak bisa bertarung sendirian.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar