Lionel Messi, dengan segala kekurangannya sebagai seorang manusia, adalah satu dari sekian magnet sepak bola yang selalu diperebutkan kutub selatan dan utara.
Dengan langkah gontai, Lionel Messi meninggalkan panggung Piala Dunia 2018.
Kazan, kota berpenduduk terbesar keenam di Rusia, 800 kilometer di Timur Moskow jadi saksinya.
Timnas Argentina yang ia bela harus takluk dari Ayam Jantan asal Eropa.
(Baca juga: Javier Mascherano, Pemain Terkotor Sepanjang Sejarah Piala Dunia)
Malam itu, Sabtu (30/6/2018), untuk kesekian kalinya, Messi harus melupakan mimpinya untuk menjadi raja dunia.
Mari sejenak kita lupakan soal Jorge Sampaoli yang terlihat masih kebingungan dengan formasi terbaik Argentina.
Juga dengan kenyataan bahwa Argentina tak bermain baik sepanjang Piala Dunia di Rusia.
Saya ingin mengajak Anda fokus terhadap beban mahadahsyat yang berada di pundak La Pulga.
Komplikasi Si Biru Langit
Satu-satunya yang konsisten dari timnas Argentina di Piala Dunia 2018 adalah inkonsistensi.
Tujuan La Albiceleste pada gelaran kali ini terlihat jelas, bagaimana cara untuk membuat Lionel Messi tampil sebaik mungkin dan membawa mereka ke jalan juara.
Namun hal itu sama sekali tak berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam 4 laga Argentina menurunkan 4 taktik yang berbeda, dengan semuanya tak terlihat meyakinkan.
Jika ditarik ke belakang, berbagai masalah sepertinya sudah mengiringi langkah Argentina bahkan sebelum mendarat di Rusia.
Mulai dari kontroversi pemilihan pemain, termasuk tak dipanggilnya Mauro Icardi, hingga laga uji coba sebelum Piala Dunia yang sepertinya tak membantu sama sekali.
(Baca juga: Kekalahan Jerman dari Korea Selatan Bukan Salah Mesut Oezil Sepenuhnya)
Biasanya, sebelum Piala Dunia, tim-tim peserta akan melakukan laga uji coba menghadapi lawan dengan gaya permainan mirip dengan calon lawan di fase grup.
Pilihan terbaik adalah negara tetangga dari para calon lawan.
Argentina berada di Grup D bersama Kroasia, Islandia, dan Nigeria. Wajar apabila kemudian Argentina memilih negara tetangga dari ketiga tim tersebut sebagai lawan uji coba.
Lalu, siapa lawan uji coba yang dipilih Argentina? Tentu saja, Haiti. HAITI!
Entah apa harapan Argentina untuk melakukan partai persahabatan melawan negara berperingkat 104 dunia itu karena tak ada satu pun calon lawan mereka di Piala Dunia 2018 yang berasal dari Kepulauan Karibia seperti Haiti.
Argentina sebenarnya menjadwalkan dua laga uji coba lain, namun dua partai itu dibatalkan, yaitu melawan Nikaragua (jangan tanya saya negara ini berada di mana) dan kontra Israel.
Dari dua laga itu, partai melawan Israel yang kemudian paling mendapatkan sorotan publik.
Si Kutu di Timur Tengah
Selain beban berat untuk membawa tim Argentina yang sebenarnya tak bagus-bagus amat menjadi juara Piala Dunia 2018, Messi juga terjebak dalam pusaran politik Timur Tengah.
Sebelum laga Argentina kontra Israel dibatalkan, Lionel Messi harus rela dirinya menjadi target sasaran yang lebih empuk daripada roti gandum.
Presiden Federasi Sepak Bola Palestina (PFA), Jibril Rajoub, meminta Messi untuk membatalkan laga Argentina vs Israel yang sangat bernuansa politis, kemudian mengajak orang-orang untuk membakar jersey Messi andai sang kapten timnas Argentina itu menolak permintaan Rajoub.
Anda tak bisa benar-benar menyalahkan Rajoub, yang menggunakan nama Messi untuk kepentingan politis.
Pasalnya, hal ini juga dipakai oleh Federasi Sepak Bola Israel. Mereka membayar timnas Argentina untuk datang ke Israel dengan harapan bisa menggaungkan “Messi memainkan laga terakhir sebelum Piala Dunia di Israel”.
Menggunakan nama besar untuk kepentingan politis memang sudah menjadi hal yang wajar dan ini bukan kali pertama Lionel Messi harus rela ditarik ke berbagai sisi oleh berbagai fraksi yang menginginkan sedikit keuntungan dari nama besarnya.
(Baca Juga: Saat yang Lain Berpesta, Kylian Mbappe Pilih Pulang ke Rumah untuk Tidur)
Uang, Uang, dan Uang
Musim lalu Barcelona tampil luar biasa di Liga Spanyol. Mereka belum terkalahkan hingga pekan ke-36.
Pekan ke-37, 13 Mei 2007, Barcelona harus menghadapi Levante dan mereka memutuskan untuk mengistirahatkan Lionel Messi pada laga tersebut.
Pertandingan itu kemudian berakhir dengan kemenangan Levante 5-4, hasil yang membuat mimpi Barcelona untuk menjadi tim pertama yang tak terkalahkan selama satu musim di Liga Spanyol kandas.
Alasan Messi diistirahatkan? Karena 3 hari setelah laga tersebut Barcelona harus berlaga di Afrika Selatan untuk sebuah partai ekshibisi.
Dengan dalih untuk kepentingan pengembangan brand Barcelona di Afrika, dan tentu saja uang, Barcelona rela mengistirahatkan Messi dan membuang peluang untuk membuat sejarah baru.
Tapi, mau bagaimana lagi? Kabarnya kontrak dan pembayaran laga tersebut bergantung pada ada tidaknya Lionel Messi di lapangan, hal yang kemudian membuat Barcelona memutuskan untuk mengistirahatkan La Pulga pada laga kontra Levante.
Hal yang sama juga terjadi di timnas Argentina.
PSSI-nya Israel rela membayar Argentina sebesar 50 ribu dolar AS (sekitar 700 juta rupiah) untuk setiap menit Messi berada di lapangan pada laga Argentina vs Israel yang tak jadi digelar itu.
Artinya, Argentina bisa mendapatkan hingga 4,5 juta dolar AS atau setara 60 miliar rupiah hanya dengan keberadaan Lionel Messi di lapangan.
(Baca juga: Sadio Mane, Korban Lionel Messi dalam Borok Popularitas UEFA)
Di saat tim-tim lain melakukan persiapan maksimal, Argentina justru pergi ke Timur Tengah dengan iming-iming bayaran yang tak sedikit.
Tak perlu menjadi seorang jenius sepak bola untuk mengerti mengapa Argentina bisa gagal total di Piala Dunia 2018.
Persiapan yang kurang matang dan banyaknya kepentingan di dalam tubuh Argentina menjadi beberapa sebabnya.
Tapi, mungkin kita tak bisa menyalahkan para pengurus sepak bola Argentina sepenuhnya.
Siapa sih yang tak ingin mendapatkan keuntungan dari memiliki pemain sepak bola terbaik sepanjang masa?
Editor | : | Dwi Widijatmiko |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar