Di dalam mobil total ada 8 orang, yakni satu supir warga Rusia, dua penumpang warga Rusia, dua warga Indonesia, satu warga Belarusia dan Jepang.
Samara adalah kota kelima saya selama bertugas di Piala Dunia 2018. Untuk pertama kali pula saya takut keluar apartemen.
Bagaimana tidak? Sesampainya di Samara dari Kazan sekitar pukul 06.00 pagi waktu lokal, saya dan Yulvianus Harjono didatangi empat orang.
Mereka berbicara menggunakan bahasa Rusia. Melalui aplikasi penerjemah bahasa, saya tahu itu artinya mereka meminta uang.
Ya, jalan satu-satunya adalah pura-pura bego dan berharap host apartemen tempat kami menginap segera datang.
(Baca Juga: Inggris, Raja Gol Sundulan)
Puncak kegelisahan saya adalah ketika salah satu dari mereka memberikan bahasa tubuh berupa ancaman dengan menaruh jari tangan di leher.
Setelah sekitar 10 menit, akhirnya Oleg, tuan rumah apartemen, datang dan menasihati kami agar jangan mendekat ke orang-orang itu. Ternyata, wilayah tersebut memang daerah kriminal.
Pada Senin malam (9/7), dari Moskow saya kembali bergeser ke Saint Petersburg menggunakan kereta selama 11 jam untuk laga semifinal antara Belgia vs Prancis.
Di sana sudah ada wartawan Harian Kompas, Herpin Dewanto.
Akhirnya, saya sudahi tulisan ini dari meja kerja yang menjadi satu dengan dapur di apartemen di Moskow yang merupakan base camp tim peliput Kompas Gramedia pada Senin (9/7).
Yang spesial, saya berjumpa kembali dengan nasi setelah terakhir bertemu pada 5 Juli di Kazan.
Terima kasih Alvi Apriayandi (Kompas TV) yang menjadi chef pagi ini. Salam dari Rusia.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar