Egy Maulana Vikri mendapatkan tawaran untuk mengikuti seleksi dari tiga klub di Spanyol.
Demikian disampaikan Subagja Suihan, ayah angkat bintang Timnas U-19 Indonesia berusia 17 tahun itu.
"Sudah ada tiga klub yang akan menjadi tempat trial buat Egy, yakni Getafe, Espanyol, dan Real Madrid."
"Jadi, selepas membela timnas di Kualifikasi Piala AFC U-19 di Korsel, Egy akan berlatih di Spanyol," kata Subagja.
"Setelah itu, dia akan kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan urusan studi di Ragunan dan kedua pergi lagi berlatih selama dua tahun di Eropa," ujar pengusaha asal Cirebon tersebut menambahkan.
Egy memang memiliki keinginan besar untuk menjalani karier sepak bola di luar negeri, khususnya Eropa.
Secara khusus, ia bahkan menyebut harapannya untuk tampil di turnamen antarklub paling akbar di Benua Biru atau Liga Champions.
"Harapan berkarier di luar negeri pasti ada. Sema pesapak bola pasti ingin bermain di luar negeri dan merasakan atmosfer di sana," jelas Egy.
Pengidola Arjen Robben dan klub Barcelona itu bukannya tak sadar bahwa perwujudan impiannya sangat berat.
Bahkan mungkin di luar akal sebagian orang Indonesia.
Tapi sebagaimana perjuangannya meninggalkan kota kelahiran Media sejak usia 12 tahun untuk meniti karier di sepak bola, anak kdua dari tiga bersaudara ini tak sudi menyerah tanpa bertarung.
"Kalau cuma mimpi buat apa? Harus dibuat nyata. Memang tidak gampang. Tidak seperti membalikkan telapak tangan. Harus kerja keras," tutur Egy.
Namun perjuangan Egy masihlah sangat panjang dan berat.
Kisah seorang wonderkid asal Norwegia di Santiago Bernabeu mungkin bisa menjadi gambaran sulitnya perjalanan yang akan di tempuh Egy.
Pada 19 Agustus 2014, remaja asal Norwegia Martin Odegaard menjadi pemain timnas termuda termuda setelah bermain 90 menit dalam pertandingan imbang 0-0 melawan Uni Emirat Arab.
Segera saja Martin menjadi sensasi YouTube, diwawancarai oleh berbagai media internasional, dan menurut sang Ayah, ada lebih dari 30 klub Eropa yang tertarik padanya.
Beberapa bulan kemudian, Odegaard dan ayahnya melakukan perjalanan ke Eropa, mengunjungi fasilitas latihan di Liverpool, Arsenal, dan Ajax di antara klub-klub lain.
Akhirnya, pertarungan untuk tanda tangan Martin dimenangkan oleh Real Madrid, yang rela merogoh kocek hingga 1,4 miliar per minggu sebagai gaji dan bonus Martin.
Namun nasib baik belum berpihak pada Martin, yang kini justru menjadi contoh bagaimana Santiago Bernabeu justru menjadi panggung jatuhnya talenta muda luar biasa ini.
Saat Real Madrid meminta jasa Martin pada 2015, Martin mendapat kesempatan untuk tinggal di hotel yang sama dengan tim utama, bonus 800 juta rupiah setiap bertanding dengan tim utama, kalusul ini termasuk menjadikan sang ayah sebagai salah satu pelatihnya.
Dua tahun berlalu, Martin belum membuktikan harapan dan ekspektasi publik atas bakat dan namanya di lapangan hijau.
(Baca Juga: Ini Kegiatan Alfred Riedl Usai Tak Lagi Menjadi Pelatih Timnas Indonesia, Ada Pengakuan Mengejutkan!)
Meski Martin terus berlatih bersama tim utama, Martin hampir selalu bermain untuk tim kedua, Real Madrid Castilla.
Akhirnya pengaturan ini justu menghambat perkembangannya, staff Castilla mengakui adanya masalah karena Martin terus menerus berlatih jauh dari timnya.
Tak hanya itu saja, kemampuan bahasa juga menjadi hambatan tambahan yang semakin membebani performa Martin.
Hingga akhirnya pada Januari 2017, Martin dipinjamkan pada klub Belanda SC Heerenveen selama 18 bulan.
Editor | : | Nina Andrianti Loasana |
Sumber | : | BolaSport.com, Sportskeeda.com |
Komentar