"Dengan begitu, tugas PB (pengurus besar) setiap cabang yang terduplikasi di Satlak Prima bisa dilakukan langsung oleh PB-nya masing- masing. Kembali seperti sediakala," kata Imam
Dia optimistis, pembubaran Satlak Prima sebagai perwujudan dari pemangkasan birokrasi. Keterlambatan dana yang biasa muncul pada pelatnas sebelumnya tidak akan terjadi lagi.
Guru Besar Ilmu Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta Djoko Pekik Irianto menyatakan kini bukan waktu yang tepat untuk membubarkan Satlak Prima. Pasalnya, Indonesia hanya memiliki 11 bulan waktu tersisa untuk membuat pemusatan latihan Asian Games 2018.
"Satlak Prima itu dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2010 tentang Program Indonesia Emas, yang lalu diubah dengan Perpres No 15/2016. Satlak dibubarkan jika perpres itu dicabut, dan mencabut perpres pasti memakan waktu," kata Djoko.
Baca juga: (Pelatih Baru Ganda Putra Malaysia Akan Ditentukan Pekan Depan)
Djoko menyatakan, Perpres Nomor 22/2010 menentukan pemegang jabatan ketua dewan pelaksana ex-officio ketua umum KONI.
"Dengan Perpres No 15/2016, ketentuan itu diubah. Ketua dewan pelaksana adalah pejabat eselon 1 Kemenpora sehingga wewenang pemerintah atas Satlak Prima sangat besar. Namun, sekarang fungsi dewan pelaksana tidak berjalan, dan fungsi dewan pelaksana itu yang perlu diaktifkan karena ada unsur KOI, KONI, akademisi, dan wakil atlet," kata Djoko.
Ketua Satlak Prima Achmad Soetjipto mengatakan, Satlak Prima adalah program pemerintah. "(Sehingga) kalau pemerintah menganggap tidak diperlukan lagi, saya ikut perintah," kata Soetjipto.
Dalam kesempatan itu, Wapres juga menjanjikan bonus Rp 1 miliar untuk setiap atlet peraih medali emas Asian Games dan Asian Para Games. Adapun untuk peraih perak dan perunggu Asian Games dan Asian Para Games, masing-masing mendapat bonus Rp 200 juta dan Rp 100 juta.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Harian Kompas |
Komentar