Sejak kecil, Anindito Wahyu Erminarno sebenarnya lebih suka bulu tangkis ketimbang sepak bola. Namun, setelah melihat kakaknya sering ikut ke luar kota untuk bermain bola, Anindito pun mulai tertarik untuk menekuni bal-balan.
Penulis: CW-3
Sepak bola memang tak terpisahkan dari keseharian Anindito sejak kecil. Bersama sang kakak, pemuda kelahiran Solo ini bergabung di Sekolah Sepak Bola (SSB) Putra Sukoharjo.
Ia berlatih di SSB tersebut sejak masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar hingga kelas 1 SMA. Sebelum meraih kesuksesan seperti sekarang, Anindito mesti berjuang keras untuk menjadi pesepak bola.
Ia harus berangkat ke tempat latihan dengan jarak yang cukup jauh. Selain itu, karena terlahir dari keluarga yang sederhana, perlengkapan yang ia gunakan pun seadanya.
“Jarak tempat latihan cukup jauh, sekitar 10 km dari rumah. Saya sering telat bayar SPP, bahkan sepatu bola pun harus menunggu lama untuk ganti yang baru. Keadaannya dulu lebih memprihatinkan,” ujar Anindito.
Pemain yang suka musik dangdut ini mengawali karier sepak bola profesional bersama Persis Solo di pentas Divisi Utama musim 2008-2009.
Lalu, ia terbang ke Kalimantan Timur memperkuat Mitra Kukar. Bersama skuat Naga Mekes, Anindito meraih kesuksesan dengan membawa Mitra Kukar promosi ke ISL 2011.
Performa ciamiknya membuat ia bertahan di Tenggarong hingga tahun 2015. Lika-liku mulai hadir saat ia memperkuat Persija Jakarta di kompetisi tahun 2015.
“Saya memilih rehat dari sepak bola dan berhenti mengikuti turnamenturnamen kala itu. Hal itu karena PSSI dibekukan. Saya harus mencari pekerjaan yang bisa menyambung hidup saya,” kata pemain berusia 28 tahun ini.
(Baca juga: Inilah Alasan Timnas Indonesia Tak Bisa Berpartisipasi di Kualifikasi Piala Asia 2019)
Desakan Keluarga
Berbagai cara dilakukan Anindito untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari saat kompetisi vakum.
Gelandang lincah ini memilih banting setir dan menggeluti bisnis konstruksi di Solo serta Malang. Usahanya ini sebagai mata pencaharian utamanya mendapatkan penghasilan pascavakumnya kompetisi.
Selama tak aktif bermain bola, Anindito bolak-balik Solo-Malang untuk menekuni bisnis menjadi kontraktor. Kebetulan di Kota Apel ia tinggal bersama sang istri.
Selain berbisnis, pria jebolan SSB Bonansa Sukoharjo itu memanfaatkan vakumnya kompetisi dengan melanjutkan studi.
“Saya sebelumnya kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS). Karena sibuk main bola, saya banyak ketinggalan mata kuliah. Akhirnya saya lanjutkan lagi di Universitas Surakarta setelah istirahat dari sepak bola. Sekarang tinggal menyusun skripsi,” ucap fan Manchaster City ini.
Fokus Anindito di dunia bisnis dan kuliah sempat memunculkan rumor bahwa ia gantung sepatu.
Namun, isu itu akhirnya terbantahkan. Setelah PSSI kembali pulih dan liga kembali bergulir, Anindito kembali manggung di kompetisi kasta tertinggi Indonesia.
Alasan Anindito kembali ke sepak bola didasari desakan keluarga dan istrinya.
“Padahal, sebelumnya saya sudah tak berkecimpung lagi di sepak bola, bahkan hanya untuk latihan. Itu karena saya sudah kecewa dengan keadaan sepak bola saat itu,” tutur pemain yang mengidolakan David Silva ini.
Kini, keinginan luhur dipancang Anindito untuk dapat membela timnas senior dan membawa Tim Merah Putih ke prestasi tertinggi. Selain itu, ia juga berkeinginan segera menyelesaikan kuliahnya pada tahun ini.
“Mimpi saya bisa membela timnas dan membawa Indonesia juara, setidaknya Piala AFF. Lalu, saya juga ingin segera menyelesaikan studi di jurusan Administrasi Negara. Semoga itu semua bisa tercapai,” kata Anindito kepada BOLA.
Editor | : | Nina Andrianti Loasana |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar