Fisik bukan halangan untuk meraih prestasi. Hal tersebut sudah dibuktikan oleh sejumlah atlet difabel top dunia.
Sebagai contoh, Jonnie Peacock. Ia kehilangan kaki saat masih bocah.
Atlet atletik yang kini berusia 24 tahun itu sukses menyabet medali emas nomor 100 meter dalam ajang Paralimpiade Rio de Janeiro 2016.
"Saya kehilangan kaki pada usia lima tahun. Sekarang saya 1,9 detik di belakang Usain Bolt," ucap pria asal Britania Raya itu.
Bukan cuma Peacock, atlet-atlet difabel Indonesia pun mampu berprestasi di tengah keterbatasan.
Lihat saja pencapaian kontingen Tanah Air pada ASEAN Para Games (APG) 2017 di Malaysia.
Indonesia maju sebagai juara umum setelah mengumpulkan 126 emas, 75 perak, dan 50 perunggu.
(Baca juga: David Jacobs, Petenis Meja Difabel yang Tak Kenal Lelah Mengejar Prestasi)
Tak cuma juara umum, atlet difabel Indonesia pun menempati peringkat pertama dalam pemecahan rekor APG tahun ini.
Total ada 36 rekor baru yang mereka cetak dari tiga cabang olahraga yaitu renang, angkat besi, dan atletik.
"Sebuah prestasi luar biasa yang mengharumkan nama bangsa dan negara. Saya rasa seluruh rakyat sangat bangga terhadap prestasi yang telah diraih," ucap Presiden Joko Widodo seperti dimuat dalam website Kantor Staf Presiden.
Raihan terbanyak datang dari cabang atletik dan renang yang menyumbang masing-masing 40 dan 39 emas.
Suparni Yati menjadi salah satu penyumbang emas dari cabor atletik.
Perempuan berumur 24 tahun itu sukses memecahkan rekor Asia pada nomor tolak peluru F2 putri.
Ia melempar peluru besi sejauh 11,03 meter. Hasil tersebut sekaligus menggeser rekor atlet Malaysia atas nama Nursuhana binti Ramlan yang dibuat pada Paralimpiade 2012 dengan lemparan sejauh 10,71 meter.
Resep kesuksesan Suparni adalah latihan giat.
"Selain berlatih dengan giat, juga ada campur tangan pelatih dan dukungan orangtua," ujar Suparni.
Juga di APG tahun ini, Guntur pun merengkuh pretasi membanggakan.
Atlet renang asal Kalimantan Timur itu mengantongi lima medali emas serta memecahkan empat rekor.
(Baca juga: Setelah Guntur Sadar Takdir Tuhan Itu Bukan untuk Dihujat)
Sejatinya profesi Guntur adalah Nelayan. Tangannya harus diamputasi karena terkena mesin kapal.
Nah, cerita sukses kontingen Indonesia di APG 2017 membuktikan bahwa menjadi difabel atau berkebutuhan khusus bukanlah halangan untuk menggapai impian.
Capaian membanggakan tersebut menjadi modal berharga bagi Indonesia untuk bereprestasi dalam APG. Pesta olahraga negara-negara di Asia khusus atlet difabel ini akan berlangsung di Jakarta pada 6-13 Oktober 2018.
"Setelah kejuaraan di Malaysia, saya berjanji akan terus berlatih dan berusaha karena saya mau mendapatkan pretasi lebih tinggi lagi. Semoga kelak bisa berkompetisi di Asian Para Games 2018 dan Paralimpiade 2020," ucap Suparni.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | BolaSport.com, kompas.com |
Komentar