Sebelumnya, beberapa pelari putri mengeluhkan kondisi hiperandrogenisme yang diidap Semenya.
Kondisi ini ditandai dengan kadar testosteron yang lebih tinggi dari biasanya serta hormon yang meningkatkan massa otot, kekuatan, dan hemoglobin yang memengaruhi daya tahan tubuh.
Untuk bersaing secara internasional, atlet dengan perbedaan pengembangan seksual di antaranya testosteron darahnya harus mencapai di bawah lima 5 nmol/liter.
Aturan ini berlaku untuk pelari nomor 400 meter, 800 meter, dan 1.500 meter dan membuat pengidap hyperandrogenism membatasi jumlah testosteronnya atau pindah ke nomor jarak jauh.
Sebelumnya, upaya IAAF untuk mengatur masalah tersebut dianggap melanggar Pengadilan Arbitrase (CAS) setelah banding atas nama atlet India, Dutee Chand, yang dilarang berkompetisi karena tingkat testosteronnya pada 2015.
(Baca juga: Inasgoc Loloskan 20.741 Calon Volunteer Tahap Pertama untuk Asian Games 2018)
Presiden IAAF Sebastian Coe sebelumnya mengatakan tidak ada pihak yang menyebutkan bahwa Semenya telah melakukan sesuatu yang salah.
Selanjutnya, Semenya yang berusia 27 tahun ini akan mempelajari peraturan baru dan membandingkannya dengan rekomendasi CAS untuk melihat apakah aturan tersebut cocok.
"Kami akan mencari dukungan lebih lanjut dari Menteri Olahraga dan Rekreasi, SASCOC, lembaga ahli lain, dan organisasi atau individu yang relevan sehingga kami memiliki pemahaman penuh tentang masalah ini dan tahu bagaimana harus menangani dengan benar," kata Semenya.
Perdebatan soal jenis kelamin Semenya sudah merebak pada 2009 saat dia tampil sebagai juara dunia.
Tes gender yang dikenakan kepada atlet kelahiran Polokwane ini malah mengundang kritik.
Tak lama kemudian, otoritas atletik dunia, IAAF, mensyaratkan batasan hormon testosteron bagi atlet putri.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | channelnewsasia.com |
Komentar