Modric dan keluarganya dipaksa hidup sebagai pengungsi selama tujuh tahun di Hotel Kolovare.
Mereka kemudian pindah ke Hotel Iz yang dikelilingi oleh suara granat meledak dan pecahan kaca.
Modric masih ingat betul dengan momen sulit dalam hidupnya itu.
Sepak bola hanya menjadi media pelarian diri dari konflik mengerikan yang melanda Kroasia pada awal tahun sembilan puluhan, lapor MailOnline.
When he was 6, his grandfather was shot dead.
His family became refugees, in a warzone.
He grew up to the sound of grenades exploding.
Coaches said he was too weak and too shy to play football.
Today, Luka Modric just led Croatia its first ever #WorldCup final.#CROENG pic.twitter.com/plOsy9nQcq
— Muhammad Lila (@MuhammadLila) July 11, 2018
Seorang juru bicara untuk Hotel Kolovare pernah menyatakan:
"Modric telah memecahkan lebih banyak kaca di jendela hotel daripada apa yang telah diledakkan oleh bom."
"Dia bermain sepak bola non-stop di sekitar aula hotel."
Sebelum karirnya di lapangan hijau sukses besar seperti saat ini, Modric juga menemui banyak kendala.
Tim sepak bola Kroasia HNK Hajduk Split memilih untuk tidak mengontrak Modric karena dinilai terlalu muda dan tidak memiliki otot yang kuat sebagai seorang profesional.
(Baca juga: Cantiknya Kekasih Raja Umpan Timnas U-19 Indonesia, Bikin Hati Adem Ayem)
Editor | : | Muhammad Shofii |
Sumber | : | Tribunnews.com |
Komentar