Pasca-Olimpiade Athena 2004, Asosiasi Atletik Jamaika (JAAA) berbenah diri guna memperbaiki prestasi mereka di level internasional, salah satunya di nomor sprint.
Buah usaha mereka terasa sejak Olimpiade London 2012 , di mana Jamaika memborong banyak medali di disiplin lari jarak pendek.
Pada Olimpiade Beijing 2008, sprinter Jamaika, Usain Bolt (putra) dan Shelly-Ann Fraser (putri), berhasil membawa pulang medali emas.
Tak hanya itu, di nomor 100 meter putri, medali perak pun diraih dua sprinter Jamaika, Sherone Simpson dan Kerron Stewart.
Kala itu, Bolt sendiri tak hanya meraih emas di nomor 100 meter. Di nomor 200 meter pun, ia berhasil menyabet medali emas.
Sementara sprinter putri mereka, Veronica Campbell-Brown dan Stewart, masing-masing membawa pulang emas dan perunggu.
Berlanjut di Olimpiade London 2012, Bolt dan Fraser masih menjadi yang tercepat. Tak hanya itu, Fraser pun menambah jatah medali perak bagi negaranya lewat nomor lari 200 meter.
Olimpiade 2012 seakan menjadi bukti kebangkitan sprinter putra Jamaika.
Selain Bolt yang meraih emas, medali perak dan perunggu pun mereka borong lewat Yohan Blake dan Warren Weir.
Selain itu, mereka pun pulang dengan medali emas di nomor 4x100 meter lewat Bolt, Blake, Nesta Carter, dan Michael Frater.
(Baca Juga: Duo Korea Bersatu, Indonesia Dapat Saingan Baru untuk Gelar Olimpiade 2032)
Bolt pun melanjutkan dominasinya pada Olimpiade 2016 Rio de Janeiro.
Di sana, ia kembali berhasil meraih tiga medali emas dari nomor 100, 200, dan 4x100 meter (Bersama Blake, Nickel Ashmeade, dan Asafa Powell).
Sementara di nomor 100 dan 200 meter putri, kekuatan mulai beralih dari Fraser ke sprinter putri Jamaika lain, Elaine Thompson.
Saat Elaine Thompson berhasil meraih emas di kedua nomor itu, Fraser sendiri mendapat perunggu di nomor 100 meter.
(Baca Juga: Panen Medali di Asian Games 2018, Indonesia Wajib Kerja Keras demi Prestasi di Olimpiade 2020)
Rentetan prestasi itu tak didapat dengan mudah. Sprinter putri Jamaika di kelas masters, Nadia Cunningham, mengatakan jika JAAA berusaha keras untuk mendapatkan segudang prestasi di nomor lari jarak pendek.
“Sejak penampilan di Olimpiade 2004, JAAA menambah banyak kejuaraan di setiap level. Di negara kami sendiri, ada tiga level kejuaraan, yaitu remaja, junior, dan senior,” kata Cunningham, kepada Bolasport, di Malaga, Spanyol, Kamis (13/9).
Di ketiga level tersebut, kejuaraan atletik khususnya di nomor lari jarak pendek, selalu mengundang perhatian.
“Saya tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata bagaimana penonton ikut terlibat dalam suasana tiap kejuaraan atletik di Jamaika,” ujarnya.
Selain kejuaraan yang diorbitkan JAAA, institusi-institusi pendidikan di Jamaika sendiri kerap menggelar kejuaraan atletik antar sekolah.
Tak ubahnya kejuaraan JAAA, animo penonton di kejuaraan antar sekolah pun tak kalah besarnya.
“Saya berani menyimpulkan bahwa belakangan ini kejuaraan atletik lebih ramai ditonton daripada kejuaraan sepak bola,” tutur Cunningham.
(Baca Juga: Pawai Obor Asian Para Games 2018 Dapat Sambutan Luar Biasa di Makassar)
Pertumbuhan industri olahraga atletik yang disertai dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap olahraga tersebut, membuat Jamaika memiliki banyak pilihan atlet bertalenta.
Hasil dari kerja keras itu, kata Cunningham, kemungkinan besar dapat menciptakan sprinter-sprinter baru Jamaika di masa mendatang.
Di Kejuaraan Dunia Masters Atletik 2018 di Malaga, Spanyol, Cunningham sendiri berhasil membawa pulang medali emas lari nomor 100 meter putri kategori usia 40-44 tahun.
Editor | : | Doddy Wiratama |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar