Banyak orang mengeluhkan telah melakukan upaya diet maksimal dan berolahraga secara ruitn namun sulit menurunkan badan.
Tak hanya itu saja, angka pada timbangan stuck alias mandek di angka tertentu, meski telah melakukan upaya diet maksimal.
(Baca juga: Foto Pernikahan Khabib Nurmagomedov Tersebar, Tak Ada yang Mengenali Sosok Sang Istri karena Hal Ini)
Nutrisionis olahraga tersertifikasi, Alvin Hartanto mengungkap 4 penyebab di balik fenomena yang mebuat banyak orang frustrasi tersebut.
1. Asupan kalori
Mereka yang ingin menurunkan berat badan seringkali memilih metode kalori defisit, yakni kalori yang masuk lebih sedikit daripada yang dikeluarkan untuk beraktivitas.
Dengan cara ini, artinya kita harus menghitung kalori dari apa yang kita makan, dibandingkan dengan kalori yang kita keluarkan.
Namun cara ini perlu ditinjau kembali karena siapa tahu hitungan yang dilakukan justru salah karena kurang pengetahuan soal kalori dalam makanan.
"Anggapnya kalori defisit padahal ternyata kelebihan," kata Alvin ketika ditemui pada acara diskusi di Gran Mahakam Hotel, Jakarta, Jumat (12/10/2018).
Menurutnya, angka kalori adalah sesuatu yang tidak pasti. Bahkan angka kalori yang dikeluarkan dari Ilmu Gizi bisa saja tidak akurat.
"Karena tesnya enggak pakai badan manusia, jadi mungkin beda. Misal apel yang aku makan sama yang dimakan orang lain itu beda kalorinya," ujar Alvin.
"Jadi, faktornya (berat badan stuck) bisa salah hitung atau salah cari data (kalori)." Ketika kita tidak yakin dengan angka kalori sebuah makanan, Alvin menyarankan untuk membesarkan hitungannya. Misalnya, ketika kita tidak tahu ukuran nasi yang kita makan, kita bisa saja menganggap ukurannya mencapai 100 gram meskipun kenyataannya lebih sedikit.
2. Pilihan makanan
Mungkin saja seseorang sudah dengan baik menerapkan kalori defisit, namun tidak cermat dalam memilih jenis makanan.
"Kalori defisit tapi makannya enggak benar. Makanan yang sehat dan enggak sehat itu akan beda hasilnya," tutur penulis buku kesehatan, #bukanbukudiet itu.
Alvin menyarankan kita untuk lebih memprioritaskan makanan alami, misalnya dari tanaman atau hewani. Namun, ada pula beberapa produk olahan yang baik dikonsumsi.
"Misal susu, yoghurt, telur, roti gandum juga bagus karena karbohidrat kompleks," ucap Alvin. Selain itu, hindari makanan bertepung.
"Tepung itu aku bilang karbohidrat yang tidak terlihat, kayak kecil tapi sebenarnya banyak," ujarnya Tepung tidak hanya terdapat pada makanan seperti roti, namun makanan lain.
Misalnya yang digoreng dengan dibalut tepung, alias gorengan.
Ketika diproses dengan teknik tersebut, minyak yang digunakan untuk menggoreng akan menyerap ke dalam makanan dan kandungan lemak makanan tersebut menjadi lebih tinggi.
Kalori yang terkandung dalam 1 gram lemak bisa mencapai sekitar dua kali dari perpaduan karbohidrat dan protein. "1 gram lemak 9 kalori.
Karbohidrat sama protein cuma 4 gram lebih sedikit jadi hampir dua kalinya," kata Alvin.
Solusinya pilihlah pola makanan sehat. Usahakan pada setiap waktu makan selalu ada komposisi karbohidrat dan protein.
Hal ini sering dilanggar karena masih banyak orang yang porsi makannya hanya diisi karbohidrat.
Pastikan juga untuk minum air dalam jumlah yang cukup. Kopi dan teh menurutnya tidak dilarang selama tidak ditambahkan gula.
"Makan jangan tunggu lapar karena kalau sudah lapar kadang justru jadi kalap," kata dia.
3. Kesalahan pola olahraga
Banyak orang menganggap olahraganya sudah cukup untuk menunjang rencana penurunan berat badan.
Padahal, bisa saja cara olahraga yang dilakukan keliru sehingga tak memberi hasil. Olahraga sendiri banyak jenisnya.
Mulai dari olahraga fleksibilitas seperti yoga atau pilates, kardio seperti lari atau zumba, hingga angkat beban seperti yang banyak dilakukan di pusat kebugaran.
"Mungkin kombinasi pola latihannya salah," tutur founder @thefamousfitness itu.
Mengatur pola olahraga menurutnya adalah hal yang gampang-gampang susah.
Misalnya, ketika tujuan seseorang adalah fat loss (penurunan lemak) bukan weight loss (penurunan berat badan) maka orang tersebut tak hanya butuh kardio, namun juga butuh angkat beban untuk membentuk otot.
"Kardio itu enggak bisa membentuk otot. Kardio doang enggak bikin perut sixpack," tuturnya.
4. Massa otot
Ketika seseorang rutin berolahraga, maka ada kemungkinan otot orang tersebut bertambah.
Apalagi jik olahraga yang dilakukan adalah angkat beban. "Misalnya berat dia 50kg lalu otot naik 1 kg, lemak turun 1kg. Ya berat badan dia akan stabil. Tapi badannya lebih kecil," kata Alvin.
Badan yang terisi lemak dan terisi otot akan memiliki bentuk yang berbeda, meskipun secara angka timbangan sama.
"Kalau fat (lemak) akan gede banget. Jadi walaupun berat sama, badan orang yang berotot kelihatan lebih kecil dibanding yang berlemak," ucap dia.
Editor | : | Nina Andrianti Loasana |
Sumber | : | kompas.com |
Komentar