"Kalau ketinggalan terlalu jauh itu sebenarnya sudah berat, ditambah lagi sudah balik leading, tetapi tidak berhasil tambah poin lagi dan malah kalah. Dari posisi tertekan dan bisa nyusul, itu kan melelahkan, dan performanya jadi menurun. Gim pertama kalah, dari segi mental sudah turun."
"Pada gim kedua sudah mau bangkit, tetapi lawan sudah 'ditembak' juga nggak 'mati-mati', jadi Marcus/Kevin agak frustrasi. Pada gim pertama kalah, saat sudah balik memimpin dan menyerang tapi lawan nggak mati-mati, ya tenaganya pasti habis," tutur Aryono.
Menurut Aryono, Marcus/Kevin sudah mencoba strategi lain pada gim kedua dan mencoba bermain bertahan. Tetapi, pertahanan mereka juga masih kurag kuat.
"Sudah coba ubah pola main dengan banyak mengarahkan bola ke area belakang lawan dan tidak main kencang-kencang saja, tetapi tetap tidak bisa tembus," ucap Aryono.
"Pertahanan lawan memang rapat, tetapi dari Kevin/Marcus- nya juga tidak yakin, main defense mati, nyerang nggak tembus," ujar Aryono.
Baca Juga : Ganda Putri Muda Indonesia Dinilai Pelatih Masih Tertinggal dengan Negara Lain
Terkait evaluasi pada Kejuaraan Asia 2019, Aryono mengatakan bahwa hasil tersebut menjadi peringatan menjelang pengumpulan poin Olimpiade Tokyo 2020.
"Bukan hanya Marcus/Kevin, tetapi juga Fajar (Alfian)/Rian (Ardianto). Kevin/Marcus walaupun sekarang masih rangking satu tapi tetap tidak boleh lengah, latihannya harus lebih keras lagi."
Soal status sebagai peringkat pertama dunia yang dibebani target menjadi juara, Aryono mengakui bahwa beban tersebut sudah terjadi sejak dulu.
"Mereka selalu jadi andalan. Dulu mereka kalau mau menang, dapat kemenangan juga nggak gampang kok, tetapi mereka punya fighting spirit yang luar biasa, mentalnya nggak mau kalah," ucap Aryono.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Badminton Indonesia |
Komentar